Rabu, 07 Juli 2010

KTI HERNIA INGUINALIS

BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, akibat tekanan rongga perut yang meninggi. ( Arif Mansjoer, 2000 : 313 ).
Hernia berasal dari bahasa latin, herniae, artinya penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga tersebut. Dinding rongga yang lemah itu membentuk kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di perut dengan isi yang keluar berupa bagian usus. (Health new sun. 2009. http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Health+News&y=cybershopping|0|0|5|5131)
Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu celah atau lubang keluar di bawah kulit atau menuju rongga lain, dapat kongenital ataupun aquisita.
(Seputar kedokteran dan inux. 2007. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/hernia.html ).
Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa hernia adalah ketidak normalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun aquisita.
2. Anatomi fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kimpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit danmerupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan., letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang.
c. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir, lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esofagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk kedalam abdomen menyambung dengan lambung.
d. Lambung
Merupakah bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diagfragma didepan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Fungsi lambung terdiri dari menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
e. Usus halus
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Usus halus terdiri dari :
1). Duodenum, disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas.
2). Yeyenum dan ileum mempunyai panjang kurang lebih 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yayanum dengan panjang 2-3 meter dan ileum dengan panjang 3-4 meter.
Dinding usus halus mempunyai 4 lapisan yang sama sebagai sisa saluran cerna:
a. Lapisan serosa, dibentuk oleh pritoneum.
b. Lapisan muskular, dengan lapisan eksternal tipis serat longitudinal dan lapisan internal tebal serat sirkular.
c. Lapisan submukosa, yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf
d. Lapisan membran mukosa.
Fungsi usus halus terdiri dari :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
Intususepsi atau invaginasi adalah bagian dari usus menyusup kebagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Pada gangguan ini 1sekmen dari usus halus dikerutkan oleh suatu gelombang peristaltik, serta masuk mengalami invaginasi kedalam sekmen distal dari usus tersebut. Sekali terjebak sekmen yang masuk tersebut oleh gerakan peristaltik didorong kedalam sekmen bagian distal, ikut menarik mesenterium dibelakangnya.
f. Usus besar
Panjang usus besar kurang lebih 1 ½ meter, lebarnya 5-6 cm. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Fungsi usus besar yaitu menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat feses.

3. Klasifikasi
Secara garis besar pembagian hernia di bagi menjadi dua, yaitu :
a. Hernia eksterna
Hernia eksterna adalah yang menonjol keluar melalui dinding perut, pinggang, atau perineum seperti hernia inguinalis, femoralis, dan hernia umbilikus.
b. Hernia interna
Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesenterium umpamanya setelah anastomosis usus contohnya hernia diafragmatika.
4. Etiologi
Terdapat bermacam-macam faktor penyebab dari hernia, secara garis besar dibagi atas :
a. Kongenital
1). Hernia kongenital sempurna yaitu bayi sudah menderita hernia sejak lahir karena adanya defek pada tempat-tempat tertentu.
2). Hernia kongenital tidak sempurna yaitu bayi dilahirkan normal ( kelainan belum tampak ) tetapi ia mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu ( predisposisi ) dan beberapa bulan ( 0 – 1 tahun ) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena di pengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal ( menejan, batuk, menangis ).


b. Di dapat
Adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi di sebabkan oleh faktor lain yang di alami manusia selama hidupnya, antara lain :
1). Tekanan intraabdominal yang tinggi, banyak di alami oleh pasien yang sering mengejan baik saat BAB maupun BAK . misalnya pada pasien BPH, batu uretra, konstipasi, penderita batuk kronis, partus, asites, dan lain-lain.
2). Kokonstitusi tubuh, orang kurus cenderung terkena hernia karena jaringan ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong.
3). Obesitas, salah satu penyebab peningkatan intraabdomen karena banyaknya lemak yang tersumbat dan perlahan-lahan mendorong peritoneum. Hal ini dapat di cegah dengan pengontrolan berat badan.
4). Mengedan, dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal.
5). Mengangkat barang-barang berat.
5. Patofisiologi
Peninggian tekanan intraabdomen akan mendorong lemak perperitoneal ke dalam kanalis femoralis. Faktor penyebab terjadinya hernia yaitu kelahiran multipara, obesitas, dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. Defek pada dinding abdomen dapat kongential atau didapat dan dibatasi oleh peritoneum.
Factor yang berperan terjadinya hernia inguinalis adalah peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut. Tekanan rongga perut yang tinggi secara kronis dapat berupa batuk kronis, hipertropi prostate, konstipasi, ascites, kehamilan multipara, obesitas. Pada hernia reponible, keluhan yang timbul hanya berupa benjolan di lipatan paha yang muncul padad waktu berdiri, batuk, bersi, mengedan, dan menghilang setelah brbaring.
Isi usus terjebak di dalam kantung menyebabkan inkreasi (ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah ke daerah inkarerasi ).
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.





Pathway hernia inguinalis









Sumber : ( http//:perawatpskiatri.blogspot.com/ )
6. Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita hernia mengeluh adanya benjolan di lipat paha yang dapat sampai ke skrotum pada pria atau ke labia pada wanita. Diagnosis hernia inguinalis dapat ditegakkan berdasarkan atas besar benjolan yang dapat direposisi. Pada hernia inguinalis diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Benjolan akan membesar jika penderita membungkuk, batuk, mengedan atau mengangkat beban berat sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri.
7. Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia sehingga isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis irenponibilis. Pada keadaan ini belum gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis, adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan irepinibilis daripada usus halus.
b. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti dengan gangguan vascular ( proses strangulasi ). Keadaan ini di sebut hernia inguinalis.



8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Nekrosis/ gangrene pada hernia strangulata didapatkan leukositosis
b. Radiologis, untuk hernia interna
9. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Sambil menunggu untuk dilakukan terapi operatif. Terapi konservatif berupa alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis sedangkan pada hernia inguinalis pemakaiannya tidak dianjurkan karena selain tidak dapat menyembuhkan alat ini dapat melemahkan otot dinding perut.
1). Reposisi, tindakan memasukkan kembali isi hernia ke tempatnya semula secara hati-hati dengan tindakan yang lembut tetapi pasti. Tindakan ini hanya dapat dilakukan pada hernia reponibilis dengan menggunkan kedua tangan. Tangan yang satu melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain memasukkan isi hernia melalui leher hernia tadi. Tindakan ini terkadang dilakukan pada hernia irreponibilis apabila pasien takut dioperasi, yaitu dengan cara : bagian hernia dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 mg agar tertidur, pasien diposisikan Trendelenberg. Jika reposisi tidak berhasil jangan dipaksa, segera lakukan operasi.
2). Suntikan : Setelah reposisi berhasil suntikan zat yang bersifat sklerotik untuk memperkecil pintu hernia.
3). Sabuk Hernia : digunakan pada pasien yang menolak operasi dan pintu hernia relative kecil.
b. Terapi operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
1). Herniotomi, Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
2). Hernioplasti, Dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Aktivitas atau istirahat
Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
e. Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.
f. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
g. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
h. Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti di tususk-tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan mobilisasi.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

2. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
Periode pre operatif
a. Cemas berhubungan dengan tindakan operasi.
Periode post-operatif (Doenges, 1999).
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
b. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
e. Defisit volume cairan berhubungan dengan pembedahan.
f. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
g. Gangguan eliminasi fekal : konstipasi berhubungan dengan penurunan aktifitas fisik.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.


3. Perencanaan dan implementasi
Diagnosa periode post-operatif (Doenges, 1999).
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
- tanda-tanda vital normal
- pasien tampak tenang dan rileks
Intervensi :
1). pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
2). Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
3). Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4). Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
5). Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
Tujuan : tidak ada infeksi
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan kotor.
- Tanda-tanda vital normal
Intervensi :
1). Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
2). Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik mencegah risiko infeksi.
3). Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4). Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi.
5). Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
Kriteria hasil : - pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.
- pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
- kualitas dan kuantitas tidur normal
Itervensi :
1) Mandiri
a) Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.
Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.
b) Hindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus menerus
Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.
c) Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
d) Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan : Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk memungkin pasien membuang kelebihan energi dan memfasilitas tidur.
e) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan mengantuk
f) Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari.
g) Putarkan musik yang lembut atau ”suara yang jernih”.
Rasional : Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyeyak.
2) Kolaborasi
a) Berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon (Desyrel).
Rasional : Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.
b) Koral hidrat; oksazepam (Serax); triazolam (Halcion).
Rasional : Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomia atau sindrom sundowner.
c) Hindari penggunaan difenhidramin (Benadry1).
Rasional : Bila digunakan untuk tidur, obat ini sekarang dikontraindikasikan karena obat ini mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah dihambat dalam otak pasien dengan DAT ini.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Itervensi
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.



4. Penatalaksanaan
a. Diagnosa pertama
1). Memantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
2). Mengnjurkan klien istirahat ditempat tidur
3). Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
4). Mengajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
5). Berkolaborasi untuk pemberian analgetik.
b. Diagnosa kedua
1). Memantau tanda-tanda vital.
2). Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
3). Melakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
4). Berkolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit jika di temukan tanda infeksi.
5). Berkolaborasi untuk pemberian antibiotik.

c. Diagnosa ketiga
1) Memerikan kesempatan untuk beristirahat / tidur sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.
2) Menghindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus menerus.
3) Mengevaluasi tingkat stres / orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
4) Melengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada pasien.
5) Memberikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung.
6) Menurunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
d. Diagnosa keempat
1) Merencanakan periode istirahat yang cukup.
2) Memberikan latihan aktivitas secara bertahap.
3) Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
4) Mengkaji respons pasien setelah latihan dan aktivitas.
5. Evaluasi
a. Nyeri klien berkurang sampai hilang.
b. Resiko tinggi infeksi tidak terjadi.
c. Kebutuhan tidur klien terpenuhi.
d. Keterbatasan aktivitas teratasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar