Rabu, 07 Juli 2010

KTI DM

BAB I
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan terjadi kontraksi. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai menurunnya (hilangnya) elastisitas uretra. Hal ini karena uretra sering terjadi di pars bulbaris sebagian besar striktura uretra terjadi karena trauma di daerah perineal, yang disebut straddle injury.
Striktur uretra adalah istilah medis ketika dinding saluran kencing telah rusak karena terkena infeksi PMS. Pertama yang terjadi adalah adanya luka pada dinding saluran kencing, selanjutnya dinding yang terluka tersebut dapat menempel dengan dinding di depannya atau menimbulkan jaringan parut pada saluran itu. Dapat dibayangkan, saluran kencing menjadi lebih sempit bahkan menutup sama sekali sehingga sangat mengganggu kencing. Jika ini terjadi, akan terasa sangat sakit dan cukup sulit disembuhkan
Dari uraian di atas, sekarang sudah cukup jelas, baik pria atau wanita mulai saat ini harus bisa menjaga kesehatan reproduksi kita sendiri. Jangan melakukan perilaku-perilaku seksual yang nantinya merugikan diri kita sendiri. Alangkah baiknya jika kita bisa mengenal organ reproduksi kita sendiri, baik bagian luar maupun bagian dalam, dengan lebih baik. Jangan merasa jijik atau ragu lagi buat memeriksa alat kelamin kita sendiri. Ini sangat penting karena jika ada kelainan, kita bisa segera mengenalinya dan mencari pengobatan yang tepat sebelum terjadi komplikasi-komplikasi yang merugikan.
Derajat penyempitan uretra:
a. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
c. Berat : oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

B. PENYEBAB
1. Kongenital
Struktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomaly salurah kemih yang lain
Hal ini jarang terjadi.
Misalnya:
a) Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia.
b) Divertikula kongenital penyebab proses striktura uretra.

2. Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktur (fraktur pelvis, trauma uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi).
a) Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya plantangan sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris.
b) Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan ospubis dihubungkan oleh lig, puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile.
c) Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional.

3. Infeksi,
Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO).
Kalau kita menemukan pasien dengan uretritis akut, pasien harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan jaringan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jaringan fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit, dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di dalam bedah urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur.

4. Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra.

5. Didapat.
• Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
• Cedera akibat peregangan
• Cedera akibat kecelakaan
• Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
• Infeksi
• Spasmus otot
• Tekanan dari luar misalnya pertumbuhan tumor

















C. PATOFISIOLOGI
Kongenital Didapat
Infeksi
Anomali saluran kemih yang lain Spasmus otot
Tekanan dari luar:tumor Cedera uretral
Cedera peregangan
Uretritis Gonorhea

Jaringan parut penyempitan lumen uretra
Kekuatan pancaran & jumlah urin berkurang Total tersumbat
Obstruksi saluran kemih yg bermuara ke Vesika Urinaria


Peningkatan tekanan vesika urinaria refluk urin

hidroureter
Penebalan dinding vesika urinaria
hidronefrosis


penurunan kontraksi otot vesika urinaria pyelonefritis


Gagal ginjal akut Kesukitan berkemih retensi urin


Gagal ginjal kronis


D. TANDA DAN GEJALA
Tanda
1. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
2. Gejala infeksi
3. Retensi urinarius
4. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
Gejala :
1. Pancaran air kencing lemah
2. Pancaran air kencing bercabang
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di westafel kalau ditutup sebagian.
3. Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering krencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya.
4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal)
Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis muskulus spinter uretra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal.
5. Dysuria dan hematuria
6. Keadaan umum pasien baik




E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, Ph: 7 atau lebih besar, bakteria.
b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus, Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
c. BUN (blood urea nitrogen) / kreatin : meningkat
d. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
e. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
f. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra

F. PENATALAKSANAAN
1. fisik
 Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesika terlihat menonjol di atas simfisis pubis.
 Normalnya pada orang dewasa, vesika yang kosong terletak di belakang simfisis pubis. Berbeda dengan letak vesica pada bayi dan anak. Pada bayi dan anak, vesica terletak lebih ke atas, sehingga pada bayi dan anak fungsi vesika boleh dilakukan pada saat vesika tidak penuh. Kalau pada orang dewasa, vesika yang tidak penuh merupakan kontraindikasi fungsi vesika.

2. Radiologi:
 Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada fistula uretrocutaneus.
 Metal kecil
 Uretrografi retrograde
Memasukkan kateter ke dalam uretra, kemudian dimasukkan obat ke arah uretra prosimal. Dengan demikin bisa diketahui daerah mana yang menyempit.
 Uretrosistografi bipolar (untuk mengetahui panjang, serta total tidaknya striktura).Kontras bisa di atas (pool atas lewat vesika urinaria) ataupun di bawah (pool bawah lewat uretra), sehingga panjang dan juga ketebalan striktura dapat diketahui. Dikatakan striktura total bila sampai tidak ada kontras yang tersisa pada striktur.
Keuntungan Uretrosistografi bipolar:
- Mengetahui persis panjan striktur
- Mengetahui total penyempitan.
- Mengetahui persis lokasinva.

3. Intravenously pylogram (IVP)
IVP dilakukan untuk:
- Melihat anatomi saluran kencing bagian atas .
- Melihat sisa urin (Post Voiding/ PV) pada striktur parsial yang biasanya disertai BPH (Benign Prostate Hyperplasy).
- Melihat tulang pelvis (post trauma), dengan melihat ada tidaknya tulang pelvis yang retak.

4. Laboratorium
Pemeriksaan darah untuk menilai faal ginjal, dimana kadar ureum/kreatinin naik menunjukkan adanya kerusakan fungsi ginjal. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, termasuk Hb.

5. Terapi
1.Konservatif: bouginasi (logam, plastik)
Yaitu dengan memasukkan bahan dari logam atau plastik untuk memperlebar saluran yang mengalami penyempitan tadi. Ini harus dilakukan dengan hati-hati. Hanya dokter spesialis yang boleh melakukan. Ini karena yang melakukan harus tahu betul bentuk uretranya. Bentuk uretra itu seperti huruf S. Nah kalau bentuk ini tidak dipahami dengan baik, terus dimasukkan bahan yang keras ke uretra, dapat terjadi cedera di bagian bagian belokan. Terutama sekali di daerah pars bulbaris, sehingga bahan tadi bisa tembus ke rektum. Oleh karena itulah sewaktu dilakukan tindakan, bentuk uretra diubah dulu menjadi bentuk huruf L atau U. Itulah sebabnya pada pemasangan kateter, fiksasi dilakukan di bagian depan paha atau di abdomen bagian bawah. Maksudnya untuk membuat uretra menjadi berbentuk L atau U itu tadi. Tindakan ini dapat dilakukan untuk pasien pasca prostatektomi dan striktura yang parsial.


2. Operatif
a) Tertutup (uretrotomi interna), dapat berupa otis (tanpa lensa) dan dengan sachse (dengan lensa). Prosedur sache ini yang paling sering digunakan.
Indikasi Sache adalah:
 Struktur lumen masih berlubang (incomplete)
 Striktur pendek. Panjangnya < 0,5 cm. tapi di Indonesia teknik ini dilakukan juga pada striktura yang panjangnya 1-2 cm (asal partial), akibat tingkat residifnya tinggi.

b) Terbuka, ada 2 cara, yaitu:
 Jika pendek (0,5-1 cm) : resesksi anatomose
 Jika panjang, maka tidak di-anastomose lagi karena bentuknya bisa seperti belut ketika ereksi. Untuk striktura yang panjang ini operasi dilakukan dalam dua tahap menurut Johansen, yaitu:
1. Tahap I, yaitu hipospodia artifisial, dibuat hipospodia (muara uretra terletak di ventral proksimal dari penis)
2. Tahap II, yaitu uretroplasti berupa menutup uretra yang terbuka dengan mengambil dari preputium, mukosa buccal, atau dari belakang daun telinga.

6. Filiform bougies
untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter.

7. Medika mentosa
a. Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
b. Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.

8. Pembedahan
• Sistostomi suprapubis
• Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
• Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
• Uretrotomi eksterna: tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.

9. Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
Tanda: adanya masa/sumbatan pada uretra
3. Makanan dan cairan
Gejala; anoreksia;mual muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri / kenyamanan: Nyeri suprapubik
5. Keamanan : demam
6. Penyuluhan / pembelajaran

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan : nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks




C. INTERVENSI

• Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang nyeri
• Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang,
peningkatan TD)
• Berikan pilihan tindakan rasa nyaman.Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman.Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinas
• Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan efek
Sampingnya
• Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis gunakan sesuai advis, salin normal steril dan spuit steril. Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat. Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
• Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar