Rabu, 07 Juli 2010

KTI CKS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dengan didasari pada ilmu dan kiat–kiat keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko, sosial, spiritual dan kultural yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengetahuan dalam melaksanakan hidup mandiri (Nursalam, 2001).
Di jaman era globalisasi ini, keperawatan sangat penting mengingat banyaknya individu yang membutuhkan pelayanan keperawatan secara optimal. Apalagi ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan jumlah kendaraan lalu lintas seperti sepeda motor, mobil, bus, dan lainnya. Hal ini berdampak pada seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas yang dapat berakibat cedera, cacat atau bahkan kematian pada korban kecelakaan tersebut.
Cedera kepala adalah suatu cedera yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Dalam hal ini kecelakaan yang sering terjadi dan mengakibatkan cedera kepala yang mungkin saja disebabkan kurangnya kesadaran para pengendara sepeda motor dalam menggunakan helm sebagai pelindung kepala, atau sabuk pengaman pada pengendara roda empat. Selain kecelakaan lalu lintas, cedera kepala juga disebabkan oleh kecelakaan kerja dan olaharaga.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena tingkat mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar dan rujukan yang terlambat. Di Amerika Serikat, dari lima ratus ribu kasus cedera kepala setiap tahunnya, kurang lebih 18 – 30 % meninggal dalam 4 jam pertama (golden hour) sebelum sampai ke rumah sakit. Lebih dari 100.000 pasien cedera kepala setiap tahunnya mengalami cacat mental maupun fisik ringan sampai berat.
Di Indonesia sampai sekarang belum didapatkan angka secara nasional mengenai cedera kepala ini, namun dengan asumsi tadi dapat pula diperkirakan angka kecelakaan itu sangat tinggi dari negara maju mengingat geografi dan jumlah penduduk Indonesia termasuk nomor empat dunia dimana banyak ditemui pengguna kendaraan bermotor. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan sebagai seorang tenaga kesehatan terutama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan usaha penyembuhan penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari sumber catatan Medikal Record Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak, diperoleh penderita Cedera Kepala yang dirawat berjumlah 826 orang, pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2008, yang terdiri dari laki – laki berjumlah 585 orang dan perempuan berjumlah 241 orang. Angka kematian dari keseluruhan penderita Cedera Kepala pada tahun 2008 yaitu sebanyak 67 orang. Sedangkan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2009 jumlah penderita Cedera Kepala berjumlah 258 orang, yang terdiri dari laki – laki 166 orang dan perempuan 92 orang, jumlah penderita yang meninggal adalah 20 orang. Oleh karena tinggginya angka penderita Cedera Kepala yang berjumlah 826 orang pada tahun 2008 dan 258 orang pada empat bulan pertama tahun 2009 ( bulan Januari sampai dengan April ), maka penulis tertarik bahwa perlu adanya asuhan keperawatan yang tepat, cepat dan cermat dalam memberikan pelayanan pada penderita Cedera Kepala yang sesuai dengan bio, psiko, sosionya. Oleh karena itu, penulis menyusun laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan di Ruang Bedah Saraf (Ruang L) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak”.
B. Ruang Lingkup Penulisan
Mengingat luasnya permasalahan, maka penulis membatasi hanya pada pembahasan “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan di Ruang Bedah Syaraf (Ruang L) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak”. Adapun lama perawatan dilakukan selama tiga hari, yaitu dari tanggal 9 Juni sampai 11 Juni 2009.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang diharapkan dari laporan kasus ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman yang nyata dalam penerapan “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan di Ruang Bedah Syaraf (R.L) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak”.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan informasi yang jelas mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan Cedera Kepala Ringan.
b. Sebagai bahan perbandingan antara konsep teoritis yang diperoleh dengan praktek secara langsung yang diberikan dalam menerapkan asuhan keperawatan guna meningkatkan mutu pelayanan.
c. Sebagai salah satu syarat kelulusan pendidikan Diploma III di Akademi Keperawatan Pemda Ketapang.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu untuk memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah :
1. Studi kepustakaan
Tehnik ini dilakukan dengan mempelajari literatur perpustakaan yang ada hubungannya dengan penyakit Cedera Kepala Ringan, baik dari buku-buku, bahan kuliah selama mengikuti pendidikan di AKPER Pemda Ketapang maupun internet, serta sumber-sumber literatur lainnya yang berhubungan erat dengan konsep dasar dan asuhan keperawatan pada klien dengan Cedera Kepala Ringan.
2. Studi kasus
Secara langsung memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan melakukan kerjasama dengan perawat ruangan dan dokter.
3. Studi dokumentasi
Mempelajari catatan rekam medis klien yang telah dibuat oleh perawat ruangan ataupun pesanan yang dibuat oleh dokter dan catatan medis lainnya.
4. Wawancara
Melakukan wawancara langsung baik dengan klien maupun keluarga klien untuk mencari informasi yang diperlukan.

E. Sistematika Penulisan
Laporan kasus ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, ruang lingkup penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan ini. BAB II adalah landasan teori yang terbagi dua yaitu konsep dasar medis yang meliputi pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang penatalaksanaan dan konsep dasar keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnos keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. BAB III adalah laporan kasus yang berisikan pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. BAB IV adalah pembahasan kasus yang meliputi hubungan teori dengan kenyataan pada kasus Cedera Kepala Ringan. Sedangkan BAB V adalah penutup yang meliputi kesimpulan dan saran yang penulis ingin sampaikan setelah menyelesaikan penulisan laporan kasus ini. Pada halaman akhir dari laporan kasus ini tidak lupa penulis lampirkan sumber pustaka yang penulis gunakan dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

Pada Bab ini, penulis akan membahas tentang konsep dasar penyakit dan konsep dasar proses keperawatan serta asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan, Cedera Kepala secara teoritis.

A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Cedera kepala adalah suatu cedera yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah ganguan traumatik fungsi otak disertai dengan atau tanpa perdarahan dalam otak yang menyebabkan kerusakan otak dan peningkatan TIK (Brunner dan Suddart, 1999).
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, komusio (gegar), kontusio (memar) / laserasi dan perdarahan serebral (subaraknoid, subdural, intraserebral, batang otak). Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi/deserasi otak). Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson), yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik (Doenges Marilyn E, 2002).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, Arif, 2000).
Berdasarkan keempat definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa cedera kepala suatu bentuk trauma yang mengenai daerah kepala yang mengganggu atau mengubah fungsi otak sehingga terjadi gangguan emosional, penurunan fungsi intelektual dan kecacatan fisik bahkan kematian.

2. Anatomi dan fisiologi
Neuron adalah sel saraf yang sangat peka terhadap rangsangan dengan fungsi spesifiknya mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik.
Berdasarkan fungsinya, neuron terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Neuron aferen (sensorik) yang berfungsi menghantarkan impuls dari perifer menuju ke otak.
b. Neuron eferen (motorik) yang berfungsi menghantarkan jawaban menuju perifer.
c. Neuron campuran yang bisa berupa aferen maupun eferen.
Komponen – komponen anatomi sistem persarafan adalah sistem saraf pusat (SSP) dan susunan saraf tepi (SST).
a. Sistem saraf pusat (SSP) yaitu otak (serebrum, batang otak, dan serebelum) dan saraf tulang belakang (medulla spinalis).
1) Otak
Otak dibagi mejadi tiga bagian besar yaitu serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Di bawah tengkorak otak, dan medula spinalis ditutup tiga membran yang disebut meningen. Kompisisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung, dan memelihara otak.
Meningen terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
a) Durameter, merupakan lapisan paling luar, menutupi otak dan medula spinalis, yang sifat tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu – abu.
b) Arakhnoid, merupakan membran bagian tengah, yang sifatnya tipis dan lembut ini menyerupai jaring laba – laba, dan berwarna putih karena tidak dialiri darah.
c) Piameter, merupakan membran yang paling dalam, yang sifat tebal, transparan, menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
Serebrum dibagi menjadi empat lobus, yaitu :
a) Frontal (lobus terbesar), berfungsi mengontrol prilaku individu, kepribadian, dan menahan diri.
b) Parietal (lobus sensori), berfungsi menginterpretasikan nyeri, mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya, dan sensasi yang tidak berpengaruh adalah bau.
c) Temporal, berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, dan pendengaran, dan ingatan jangka pendek.
d) Oksipital, berfungsi bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian – bagian otak ini terdiri dari otak tengah , pons, dan medula oblongata.
a) Otak tengah (midbrain) atau menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum, bagian ini berisi jalur sensorik, motorik, dan sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan.
b) Pons, berisi saraf sensorik dan motorik, terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula, merupakan jembatan antara dua bagian serebelum, dan juga antara medula dan serebrum. Pons juga berisi pusat – pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan, tekanan darah, dan sebagai asal usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
c) Medula oblongata meneruskan serabut – serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak.
Serebelum terletak tepat pada posterior dan superior dari medula oblongata. Fungsi serebelum ada tiga, yaitu :
a) Menghasilkan kehalusan, keseimbangan, keharmonisan dan koordinasi gerak otot.
b) Mempertahankan keseimbangan tubuh.
c) Mengontrol postur tubuh tanpa kejang atau gerakan tanpa kompensasi atau tanda bergoyang – goyang.
Cairan serebrospinal merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007, diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem ventrikuler. Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai penahan getaran, menjaga jaringan SSP yang sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang mengelilinginya dari cedera mekanik dan juga berfungsi dalam pertukaran nutrien antara plasma dan kompertemen seluler.
Sirkulasi darah
Otak manusia kira – kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 20 % dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20 % pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilo kalori setiap harinya. Suplai darah untuk otak berikut batang otak disampaikan oleh dua pasang arteri besar yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri karotis bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media yang memperdarahi daerah depan hemisfer cerebri, pada bagian belakang otak dan dibagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakhir ini memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis.
2) Medulla spinalis
Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktural kontinu yang keluar dari hemisterserebral dan memberi tugas penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata – rata 45 cm dan menipis pada jari – jari. Medulla spinalis ini memanjang dari foramen magnum didasar tengkorak sampai bagian atas lumbal kedua tulang belakang yang berakhir di dalam berkas serabut yang disebut konus medularis. Seterusnya di bawah ruang lumbal kedua adalah akar saraf, yang memanjang melebihi konus, dan disebut kauda equina, akar syaraf ini menyerupai ekor kuda.
b. Sistem saraf tepi (SST) terdiri atas saraf spinal dan saraf kranial
1) Sistem saraf spinal
Medulla spinalis mempunyai 33 pasang saraf spinal, yaitu:
a) Servikal, terdiri dari 7 saraf spinal
b) Torakal, terdiri 12 saraf spinal
c) Lumbal, terdiri 5 saraf spinal
d) Sakral, terdiri 5 saraf spinal
e) Kogsigis, terdiri 4 saraf spinal.
2) Sistem syaraf kranial I – IX
Susunan syaraf kranial terdiri dari :
a) Nervus olfaktorius (I) bersifat sensorik, memberikan saraf untuk hidung berfungsi sebagai penciuman.
b) Nervus Optikus (II) bersifat sensorik, memberikan saraf untuk bola mata, berfungsi sebagai penglihatan.
c) Nervus okulomotorius (III) bersifat motorik, memberikan saraf untuk bola mata, berfungsi untuk pergerakan bola mata.
d) Nervus troklearis (IV) bersifat motorik, memberikan saraf untuk mata, berfungsi untuk memutar mata mengangkat kelopak mata dan pergerakan bola mata.
e) Nervus trigeminus (V) bersifat motorik untuk otot temporalis dan masester, sensorik pada kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala, berfungsi pergerakan fasial dan kulit kepala, serta mengunyah.
f) Nervus abdusen (VI) bersifat motorik, memberikan saraf untuk mata berfungsi untuk menggoyang sisi mata (lateral) dan membelalakkan mata.
g) Nervus fasialis (VII) bersifat motorik dan sensorik memberikan saraf untuk otot lidah berfungsi untuk mengendalikan otot-otot fasial, menggerakan lidah dan selaput lendir rongga mulut, serta membedakan rasa manis, asin, dan lain – lain.
h) Nervus auditorius (VIII) bersifat sensorik dan motorik, memberikan syaraf untuk telinga berfungsi untuk merangsang pendengaran dan keseimbangan.
i) Nervus glasofaringeus (IX) bersifat motorik, berfungsi untuk pengecapan, reflek menelan dan tercekik.
j) Nervus vagus (X) bersifat sensorik dan motorik, memberikan saraf untuk faring, laring, dan paru – paru serta esofagus. Berfungsi untuk menelan, gag refleks dan bunyi vokal.
k) Nervus asesorius (XI) bersifat motorik, memberikan saraf dan fungsi untuk leher dan otot leher. Berfungsi untuk pergerakan kepala dan bahu.
l) Nervus hipoglasus (XII) bersifat motorik, memberikan saraf dan fungsi untuk lidah, cita rasa, dan otot lidah. Berfungsi untuk pergerakan lidah.
3. Etiologi
Penyebab Cedera Kepala adalah antara lain kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olahraga. Cedera Kepala terbuka sering disebabkan oleh benda tajam atau pisau. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui dua cara pertama efek langsung trauma pada fungsi otak (trauma primer) dan kedua efek – efek lanjutan dari sel – sel otak yang bereaksi terhadap trauma (trauma sekunder).
Cedera Kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, kategori Cedera Kepala, dan morfologi cedera.
a. Mekanisme
1) Trauma tumpul
a) Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
b) Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
Dibedakan menjadi 2, yaitu :
I). Komosio serebri (gegar otak)
Bentuk cedera kepala yang ringan dimana terjadi pingsan (<10 menit). Gejala lain pusing dan linglung, tidak menyebabkan gejala sisa atau kerusakan struktur otak.
II). Kontusio serebri (memar otak)
Merupakan perdarahan kecil pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler, rusaknya jaringan saraf / otak yang akan menimbulkan edema pada jaringan otak dan daerah sekitarnya. Bila daerah yang mengalami edema cukup luas akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menimbulkan herniasi serebri yang akan menekan batang otak dan akan berakibat fatal.
2) Trauma Tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi durameter. Kerusakan dapat terjadi apabila tulang tengkorak menusuk otak. Komplisasinya seperti infeksi, meningitis, dan perdarahan.
b. Katagori cedera kepala
1) Cedera kepala ringan : GCS 13 – 15
2) Cedera kepala sedang : GCS 9 – 12
3) Cedera kepala berat : GCS 3 – 8
c. Morfologi
1) Fraktur tengkorak
2) Lesi intrakranial

4. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari cedera kepala. Patofisiologi dari cedera kepala dapat dilihat dari dua hal yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Trauma primer meliputi kontusio, laserasi otak atau hemoragik trauma ini bisa ringan, sampai berat. Trauma sekunder ini mungkin disebabkan oleh hipoksia, hiperkapnia, hipotensi edema serebral atau hipertensi yang berat. Semua hal ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan tekanan intrakranial yang berdampak terhadap tekanan perfusi serebral.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel – sel saraf seluruhnya hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan cairan darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi serebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob hal ini menyebabkan timbulnya asidosis metabolik.
Akibat dari peningkatanan intrakranial akan mengakibatan atau mengganggu jaringan atau isi kranial, keadaan ini akan menimbulkan penekanan pembuluh darah otak, perpindahan dan distorsi jaringan otak serta munculnya tanda – tanda awal dari penurunan fungsi neurologi seperti : perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala hebat, mual dan muntah proyektil yang merupakan pertanda peningkatan tekanan intrakranial.
SKEMA PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA RINGAN














5. Manifestasi Klinis
Tanda – tanda dan gejala cedera kepala bisa terjadi segera atau timbul secara bertahap selama beberapa jam. Cedera kepala bisa menyebabkan muntah, pucat, tampak mengantuk tanpa disertai penurunan kesadaran maupun tanda – tanda lain dari kerusakan otak.
Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang memerlukan penanganan medis segera, yaitu :
a. Penurunan kesadaran
b. Perdarahan
c. Laju pernafasan menjadi lambat
d. Linglung
e. Kejang
f. Patah tulang tengkorak
g. Memar di wajah atau patah tulang wajah
h. Keluar cairan dari hidung, mulut, atau telinga (baik cairan jernih maupun berwarna kemerahan)
i. Sakit kepala (hebat)
j. Hipotensi
k. Tampak sangat mengantuk
l. Rewel
m. Gelisah
n. Perubahan prilaku/kepribadian
o. Bicara ngawur
p. Pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera
q. Penglihatan kabur
r. Luka pada kulit wajah
Tanda dan gejala cedera kepala berdasarkan kategori :
a. Cedera kepala ringan
1) GCS 15 (sadar penuh, atentif dan orientatif)
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
3) Tidak terdapat kontusio tengkorak, fraktur serebral, hematom.
4) Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
b. Cedera kepala sedang
1) GCS 9-13 (letargi atau stupor)
2) Kehilangan kesadaran atau amnesia > 30 menit tapi kurang dari 24 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
4) Muntah
5) kejang
c. Cedera kepala berat
1) GCS 3-8 (koma)
2) Kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam
3) Meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematom intracranial
4) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
5) Tanda neurologis fokal
6) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

6. Komplikasi
a. Kerusakan otak yang permanen
b. Kematian
c. Hemoragie
d. Infeksi
e. Edema pulmonal
f. Herniasi
g. Kejang
h. Pneumonia
i. Disritmia jantung
j. Hidrosephalus
k. Inkontinensia bladder / bowel

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pungsi lumbal (CCS) : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid.
2) GDA (Gas darah Arteri ) mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
3) Kimia / elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK / perubahan mental.
4) Pemeriksaan Toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
5) Kadar antikonvulsan : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
b. Pemeriksaan Rontgen
1) CT Scan (dengan atau tanpa kontras) : untuk mengidentifikasi adanya solution (koloid), hemoragik, hematoma subdural, hematoma intra serebral, dan menentukan ukuran ventrikuler serebral, pergeseran jaringan otak.
2) MRI : sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras.
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
4) EEG : untuk memperlihatan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologi.
5) Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6) BAER (Brain Auditory Avoked Respon) : menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7) PET (Positron Emission Tomografi) : menentukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.

8. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan fisik
1) Status fungsi vital
a) Jalan nafas ¬(airway)
b) Pernafasan ¬ (breathing)
c) Nadi
d) Tekanan darah
2) Status kesadaran
Skala Koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian/pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu :
a) Buka mata
b) Respon motorik terbaik
c) Respon verbal terbaik
3) Status Neurologik
4) Lain – lain
Selain cedera kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain seperti trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin.
b. Pengobatan
1) Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
2) Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a) Hiperventilasi
b) Cairan hiperosmoler
c) Kortikosteroid
d) Barbiturat
e) Cara lain, posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah kepala dan leher diangkat 30°, sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°, telapak kaki diganjal membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah.



3) Obat – obat Notropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a) Piritinol
b) Piracetam
c) Citicholine
4) Hal – hal lain, perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini.
c. Pendidikan Kesehatan
1) Posisi
2) Latihan aktif / pasif
3) Tehnik berpindah
4) Terapi wicara
5) Latihan kognitif
6) Dukungan emosi

B. Asuhan Keperawatan
Menurut Carpenito dan Moyet (2007) proses keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Tahap awal dari proses keperawatan adalah pengkajian. Pengkajian dibuat untuk mengetahui status kesehatan, ketidakmampuan fungsional, kekuatan dan keterbatasan, ketidakmampuan koping terhadap stres serta harapan (Haryanto, 2008: 20).
Menurut Carpenito dan Moyet (2007) pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok.
Pengkajian terdiri tiga tahap yaitu :
a. Pengumpulan, pengelompokan atau pengorganisasian data. Dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit (initial asessment) serta pengkajian dapat dilakukan ulang untuk menambah dan melengkapi data yang telah ada (reasessment).
b. Analisa data, digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan. Proses analisa menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi pasien.
c. Perumusan diagnosa keperawatan, berdasarkan kesimpulan dari analisa data maka dapat ditarik diagnosa keperawatan apakah potensial maupun resiko.
Pengkajian pada pasien dengan cedera kepala menurut Doenges marilynn (1999 : 270 – 272), yaitu :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang kesimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparise, quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spatik.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia).
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengandung gangguan fungsi.
e. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektif). Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran. Baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia. Gangguan pengecapan, penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pengaruh emosi/tingkah laku). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman, pendengaran. Wajah tidak simetris. Genggaman lemah, tidak seimbang reflek tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparise, quadreplegia. Postur (dekortikasi, desebrasi). Kejang sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan dalam menentukan posisi kepala.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Ekspresi wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/disalokasi. Gangguan penglihatan kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “racon eye” tanda disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drinase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang – ulang, anomia.
k. Makanan/ cairan
Gejala : Pengguna alkohol / obat terlarang.

2. Diagnosa keperawatan
Menurut Carpenito dan Moyet (2007) diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan klinik yang menjelaskan tentang respons individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan baik aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan merupakan dasar pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perawat yang bertanggung jawab.
Untuk menyusun prioritas masalah, penulis mengacu pada hirarki Abraham Maslow, yaitu :

Aktualisasi diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai

Rasa aman dan nyaman
Kebutuhan fisiologis : O2, nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi, mobilitas, istirahat tidur.
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien cedera kepala menurut (Doenges Marilyn E, 2000 : 992) dan (Judith M.Wilkinson, 2006) adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah solution/koloid (hemoragi, hematoma); edema serebral (respon lokal atau pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/alkohol, penurunan TD sistemik hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung) ditandai dengan :
Objektif : perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respons motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan ekstremitas atau kelumpuhan, dan ketidaknormalan dalam berbicara.
b. Resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif trakeobronkial ditandai dengan :
Subjektif : dispnea, napas pendek.
Objektif : perubahan gerakan dada, penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, peningkatan diameter anterior-posterior, napas cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi yang lama, penggunaan otot-otot bantu bernapas.
c. Perubahan persepsi sensori : auditoris atau visual behubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi atau integrasi (trauma atau defisit) ditandai dengan :
Subjektif : distorsi pendengaran, melaporkan adanya perubahan dalam ketepatan sensori, distorsi penglihatan.
Objektif : Defisit/perubahan memori jarak jauh dan saat ini, yang baru terjadi. Pengalihan perhatian, perubahan lapang/konsentrasi perhatian. Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, lingkungan, dan kejadian. Kerusakan kemampuan untuk membuat keputusan, pemecahan masalah, alasan, abstrak, atau konseptualisasi. Perubahan kepribadian, ketidaktepatan perilaku sosial, gelisah.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik psikologis ditandai dengan :
Subjektif : ketidaksesuaian kognitif, interpretasi lingkungan tidak akurat, ketidaksesuaian pemikiran yang tidak berdasarkan realita.
Objektif : disorientasi terhadap waktu, tempat, orang. Perubahan dalam respon terhadap rangsang. Inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi bagian tubuh (propiosepsi). Perubahan pola komunikasi, distorsi audiotorius dan visual. Konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/berpikir kacau. Respon emosional berlebihan, perubahan dalam pola perilaku.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, terapi pembatasan atau kewaspadaan keamanan, misalnya tindakan, immobilisasi ditandai dengan :
Objektif : Ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, termasuk mobilitas ditempat tidur, pemindahan, ambulasi. Kerusakan koordinasi gerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia status cairan tubuh, kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) ditandai dengan :
Objektif : Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa aktual, adanya tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsiolesa, pus).
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik ditandai dengan :
Subjektif : kram abdomen, nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit, merasakan ketidakmampuan untuk mengingesti makanan, melaporkan perubahan sensasi rasa, melaporkan kurangnya makanan, merasa kenyang segera setelah mengingesti makanan.
Objektif : tidak tertarik untuk makan, kerapuhan kapiler, diare, adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, kurangnya minat pada makanan, konjungtiva dan membran mukosa pucat, tonus otot buruk, menolak untuk makan, rongga mulut inflamasi, kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelan/menguyah.
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional, ketidakpastian tentang hasil harapan ditandai dengan :
Subjektif : perubahan dalam kepuasan terhadap keluarga.
Objektif : perubahan dalam penentuan tugas, ketersediaan ketanggapan dan keintiman yang efektif, ketersediaan dukungan emosi, pola komunikasi, keefektifan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan, saling mendukung, partisipasi dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, pola dan ritual, perilaku penurunan stress.
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi / sumber – sumber, kurang mengingat, keterbatasan kognitif ditandai dengan :
Subjektif : mengungkapkan masalahnya secara verbal.
Objektif : tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, tidak mengerjakan ujian secara akurat, tidak tepat atau terlalu berlebihannya perilaku (sebagai contoh : histeris, bermusuhan, agitasi, dan apatis).

3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah metode pemberian perawatan langsung kepada klien. Pada pelayanan kesehatan perencanaan dapat ditulis menggunakan komputer atau dengan formulir khusus. Perawat yang sudah berpengalaman tidak perlu membuat atau membaca lembaran perencanaan. Mereka hanya perlu membaca perencanaan perawatan langsung yang tidak rutin untuk prosedur diagnosis medis atau pembedahan. Jika perencanaan keperawatan diubah atau revisi, maka perawat harus membaca ulang perencanaan tersebut (Carpenito dan Moyet, 2007).
Tahap perencanaan dimulai dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan dan menentukan rencana tindakan juga rasional pada pasien dengan cedera kepala. Adapun perencanaan berdasarkan diagnosa utama di atas pada klien dengan Cedera Kepala (Doenges Marliynn E,1999 : 273-289) dan (Judith M. Wilkinson, 2006) :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah solution/koloid (hemoragi, hematoma) ; edema serebral (respon lokal atau pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/alkohol, penurunan TD sistemik hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan kembali normal, menunjukkan perbaikan status sirkulasi dan kognitif.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensorik. Tanda vital dalam batas normal. Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi. Menunjukkan memori jangka lama dan saat ini. Memproses inflamasi dan membuat keputusan yang benar.
Rencana tindakan :
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya skala koma glasgow).
Rasional : mengkaji kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial TIK dan bermamfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
2) Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh), membuka hanya dengan diberi rangsang nyeri, atau tertutup (koma) SSP.
Rasional : menentukan tingkat kesadaran, pantau tanda vital, catat hipertensi sistolik terus menerus dan tekanan nadi yang semakin berat.
3) Observasi terhadap hipertensi pada pasien yang mengalami trauma multiple.
Rasional : peningkatan tekanan darah diastole (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran. Hipovolemia / hipertensi (yang berhubungan dengan trauma multiple) dapat juga mengakibatkan kerusakan atau iskemia serebral.
4) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan, antara kiri dan kanan, dan reaksi terhadap cahaya.
Rasional : reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotorius (III) dan berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik, ukuran kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis, respons terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf cranial optikus (II) dan okulomotorius (III).
5) Hindari/batasi penggunaan restrain.
Rasional : Restrain mekanik dapat menambah respon melawan yang akan meningkatkan TIK. Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil.
6) Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
Rasional : kepala yang miring pada salah satu sisi dapat menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena, yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
7) Tinggikan kepala pasien 15 – 45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran darah vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
8) Berikan obat furosemid (lasix).
Rasional : diuretik dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
b. Resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil : mempertahankan pola pernafasan normal/efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal pasien. Ekspansi dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu, bunyi napas tambahan tidak ada, napas pendek tidak ada.
Rencana tindakan :
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera kepala) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
2) Angkat kepala di tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasional : untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru yang menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
3) Anjurkan pasien melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
Rasional : mencegah atau menurunkan atelektasis,
4) Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal (seperti krekels, ronkhi, mengi).
Rasional : untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi nafas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menandakan terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari penyakit dari cedera kepala).
5) Kolaborasi : lakukan ronsen toraks tulang.
Rasional : melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda – tanda komplikasi yang berkembang (seperti atelektasis atau bronkopneumonia).
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, yaitu persepsi sensori kembali normal.
Kriteria hasil : pasien akan melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya, fungsi persepsi. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu. Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi/defisit hasil.
Rencana tindakan :
1) Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, alam perasaan/efektif, sensorik, dan proses pikir.
Rasional : fungsi serebral bagian atas biasnya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenisasi. Kerusakan terjadi pada saat trauma atau kadang – kadang berkembang setelah akibat dari pembengkakan atau perdarahan.
2) Pantau kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin benda tajam atau tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh.
Rasional : informasi penting untuk adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitifitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon dan yang berlebihan sesuai kebutuhan.
3) Berikan latihan terstrukur termasuk terapi, aktivitas.
Rasional : meningkatkan konsistensi dan keyakinan yang dapat menurunkan ansietas yang berhubungan dengan ketidaktahuan pasien tersebut. Meningkatkan rasa terhadap kontrol diri atau melatih kognitif kembali.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik psikologis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, proses pikir yang abnormal kembali normal.
Kriteria hasil : pasien akan melakukan/mempertahankan kembali orientasi mental dan realitas biasanya. Mengenali perubahan berpikir/perilaku. Berpatisipasi dalam aturan terapeutik/penyerapan kognitif.
Rencana tindakan :
1) Observasi tentang perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien.
Rasional : kaji tentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi pikir pasien.
2) Usahakan untuk menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas, hindari pikiran – pikiran yang tidak masuk akal.
Rasional : pasien mungkin tidak menyadari adanya trauma secara total (amnesia) atau dari peluasan trauma dan karena itu pasien perlu dihadapkan pada kenyataan terhadap terjadinya cedera pada dirinya.
3) Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis secara berulang dan teratur.
Rasional : pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teeatur untuk untuk mencegah/membatasi komplikasi yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatu yang serius. Pada pasien dapat membantu menurunkan ansietas.
4) Tingkatkan sosialisasi dalam batas – batas yang wajar.
Rasional : penguatan terhadap tingkah laku yang positif (seperti interaksi yang sesuai dengan orang lain) mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur internal.
5) Hindari meninggalkan pasien sendirian ketika mengalami agitasi, gelisah, dan berontak.
Rasional : ansietas dapat mengakibatkan kehilangan kontrol dan meningkatkan kepanikan. Dukungan dapat memberikan ketenangan yang menurunkan ansietas dan resiko terjadinya trauma.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, terapi pembatasan atau kewaspadaan keamanan, misalnya tindakan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pergerakan fisik kembali optimal.
Kriteria hasil : pasien akan melakukan/mempertahankan kembali posisi fungsi optimal.
Rencana tindakan :
1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Rasional : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2) Observasi derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4).
Rasional : pasien mampu mandiri (nilai 0), memerlukan bantuan minimal (nilai 1), memerlukan bantuan sedang atau dengan pengawasan (nilai 2), memerlukan bantuan yang terus menerus dan alat khusus (nilai 3), tergantung secara total (nilai 4).
3) Berikan atau bantu untuk melakukan latihan rentang gerak aktif.
Rasional : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
4) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, dan diganti dengan linen/pakaian basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang).
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya eksorasi kulit.
5) Pantau haluaran urine, atat warna dan bau urin.
Rasional : Pemakaian kateter foley selama fase akut mungkin dibutuhkan untuk jangka waktu yang panjang sebelum memungkinkan untuk melakukan latihan kandung kemih. Saat kateter dilepas, beberapa metode kontrol dapat dicoba, seperti kateterisasi intermiten (selama pengosongan sebagian atau seluruhnya).
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, status cairan tubuh, kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS).
Tujuan : setelah dilakukan keperawatan, tidak terjadi infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsiolesa, dan pus).
Kriteria hasil : pasien akan mempertahankan normotermia, bebas tanda – tanda infeksi, tercapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Rencana tindakan :
1) Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Rasional : cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis luka, garis jahitan, daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus).
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi yang memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan cara dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3) Anjurkan untuk melakukan nafas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus – menerus observasi sputum.
Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri atau infeksi yang menambah naik.
4) Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi.
Rasional : kultur sensitivitas, pewarnaan gram dapat dilakukan untuk memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.
5) Kolaborasi, pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Terapi profilaktik dapat dilakukan pada pasien yang mengalami trauma (permukaan), kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk menguyah, menelan, status hipermetabolik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kekurangan nutrisi.
Kriteria hasil : pasien akan mendemontrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan.
Rencana tindakan :
1) Pantau kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi.
Rasional : faktor ini menentukan pemulihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : fungsi sistem pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedera kepala. Jadi bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan atau berkembangnya komplikasi.
3) Berikan jumlah makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Rasional : meningkatkan proses pencernaan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
4) Pantau feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
Rasional : peredaran subakut/akut dapat terjadi (ulkus dan metode alternatif pemberian cushing) dan perlu intervensi makan.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional : merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang (trauma, penyakit jantung, masalah metabolisme).
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situsional, ketidakpastian tentang hasil harapan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi perubahan proses keluarga.
Kriteria hasil : pasien/keluarga akan memahami perubahan dalamperan keluarga, mengidentifikasi pola koping, berpartisipasi dalam proses membuat keputusan, saing memberikan dukungan kepada anggota keluarga.
Rencana tindakan :
1) Catat bagian – bagian dari unit keluarga.
Rasional : Menentukan adanya sumber keluarga dan mengidentifikasi hal – hal yang diperlukan.
2) Dengarkan pasien dengan penuh perhatian selama pasien mengungkpakan ketidaktahuan ketidakberdayaannya yang membuatnya gelisah.
Rasional : kegembiraan dapat berubah menjadi kesedihan, kemarahan akan “kehilangan” dan kebutuhan pertemuan dengan “orang baru yang mungkin asing bagi keluarga dan bahkan tidak disukai oleh keluarga” Berlarutnya perasaan seperti tersebut di atas akan menimulkan depresi.
3) Evaluasi/diskusikan dan tujuan dengan keluarga.
Rasional : keluarga mungkin percaya bahwa pasien akan hidup, rehabilitasi akan dibutuhkan untuk pengobatannya.
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi/ sumber – smber, kurang mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan adekuat.
Kriteria hasil : pasien akan berpatisipasi dalam proses belajar. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensial komplikasi. Memulai perubahan gaya hidup dan atau keterlibatan dalam program rehabilitasi. Melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar.
Rencana tindakan :
1) Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga keluarganya.
Rasional : membantu dalam menciptakan realistik dan peningkatan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
2) Berikan kembali/berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang. Evaluasi sangat penting untuk perkembangan pemulihan/pencegahan terhadap identifikasi program yang kontinu setelah proses penyembuhan.
Rasional : aktivitas, pembatasan, pengobatan/kebutuhan atas dasar pendekatan antar disiplin.
3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Rasional : berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual.

d. Pelaksanaan
Implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien ( Haryanto, 2008: 107 ). Tujuan dari pelaksanaan adalah untuk membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Pada tahapan pelaksanaan perawatan diberikan kepada pasien dengan menggunakan kemampuan dan keahlian serta keterampilan yang dimiliki agar kegiatan dalam menjalankan asuhan keperawatan dapat dilaksanakan secara operasional.
Dalam melakukan tindakan keperawatan sebelumnya perawatan harus menjelaskan tindakan yang harus dilakukan agar tidak menimbulkan rasa cemas dan takut pasien, sebaiknya pasien dan keluarga pasien juga dilibatkan dalam setiap tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan harus didokumentasikan kedalam catatan perawatan yang berguna untuk mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, juga dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
Adapun untuk melakukan tindakan yaitu :
1) Fase persiapan, meliputi pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan pasien dan lingkungan.
2) Fase operasional, harus tetap memperhatikan reaksi fsisik, psikologis sosial, dan spiritual.
3) Fase terminasi, merupakan tahapan akhir antara perawat dengan pasien setelah implementasi dilakukan.

e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai salah satu ukuran dari keberhasilan dalam memberikan aturan keperawatan pada pasien. Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang dilaksanakan terus – menerus. Di dalam keperawatan terdapat dua jenis evaluasi, yaitu eveluasi proses dan evaluasi akhir (Haryanto, 2008: 121).
Evaluasi proses dilakukan secara terus menerus untuk menilai setiap langkah tindakan keperawatan dari perencanaan yang telah dibuat, hal ini dapat dilihat dari respon pasien. Sedangkan evaluasi hasil merupakan evaluasi terhadap pencapai tujuan kemudian didokumentasikan dalam catatan perkembangan yang berisi tentang respon pasien baik subjektif maupun objektif, analisa data terhadap masalah keperawatan dan perencanaan terhadap terhadap masalah keperawatan baru yang disebut dengan SOAP.
Adapun evaluasi yang diharapkan dari diagnosa keperawatan sesuai dengan yang tertera pada kriteria hasil. Evaluasi menunjukan masalah mana yang perlu dikaji ulang, kemudian kembali direncanakan dan dilaksanakan kembali dengan adanya modifikasi tindakan. Ada empat hasil penilaian evaluasi yaitu teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi ataupun muncul masalah baru.











BAB III
LAPORAN KASUS

Pada Bab ini penulis akan membahas dan menggunakan lebih lanjut tentang “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan di Ruang Bedah Saraf (Ruang L) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak”.
Studi kasus ini dilaksanakan selama tiga hari perawatan yaitu dimulai dari tanggal 9 Juni 2009 sampai dengan 11 Juni 2009. Dalam penyusunan laporan hasil studi kasus ini penulis menggunakan metode pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

A. Pengkajian
Pada tahap pengkajian ini, penulis menggunakan data primer yang berupa data langsung dari klien dan data sekunder yang diperoleh dari keluarga dan perawat ruangan dimana klien dirawat yaitu Ruang Bedah Saraf ( Ruang L). Adapun cara pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik, serta catatan medis. Penulis tidak mencantumkan hasil pemeriksaan penunjang karena tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium maupun diagnostik pada klien selama dirawat.
1. Identitas Klien
Klien berinisial Tn. S, berumur 49 tahun, beragama Islam, bangsa / suku adalah WNI / Bugis, pendidikan terakhir SD, pekerjaan sebagai petani dan buruh bangunan, status perkawinan sudah menikah, alamat di Dusun Mekar Pontianak, dengan diagnosa medis Cedera Kepala Ringan dan VL Multiple.

2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan masa lalu
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dan tidak pernah menjalani operasi. Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius, penyakit yang paling sering diderita klien adalah flu (batuk, pilek) dan demam biasa. Klien mengatakan tidak pernah mengalami alergi baik dari makanan maupun dari obat – obatan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit
Klien masuk rumah sakit via IGD pada tanggal 8 Juni 2009 pukul 17.45 WIB dengan keluhan utama klien mengalami kecelakaan kerja, klien terjatuh dari bangunan tingkat 4. Setelah kejadian klien tidak pingsan ataupun muntah dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak.

2) Keluhan waktu didata
Klien mengatakan kepalanya terasa nyeri/sakit seperti ditusuk – tusuk. Klien merasa pusingnya bertambah apabila klien bangun dari tidur untuk duduk maupun berdiri, dengan skala nyeri sedang (4–6), klien juga mengeluhkan bahu kanannya yang terasa sakit, terdapat luka robek pada kepala bagian parietal sebelah kanan ± 6 cm, luka lecet pada tangan kiri, paha kiri, pinggang kanan, kaki kiri dan kanan daerah tibia. Klien tidak bisa tidur pada malam hari karena nyeri pada kepalanya. Klien mual dan tidak nafsu makan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit yang mengharuskan untuk dirawat di rumah sakit ataupun karena kecelakaan. Selain itu tidak ada anggota keluarga menderita penyakit keturunan, seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Maupun penyakit menular seperti TBC.

3. Struktur Keluarga / Genogram
klien merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Kedua orang tua klien telah meninggal dunia. Klien telah menikah dan mempunyai tujuh orang anak. Klien saat ini tinggal bersama istri dan keenam anaknya. Anak kedua klien telah menikah dan tinggal bersama suaminya.








Keterangan : : Wanita
: Laki-laki
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal dalam satu rumah

4. Data Biologis
a. Pola Nutrsi
Klien mengalami perubahan pola nutrisi, di rumah biasanya klien makan 3 sehari dan menghabiskan 1 porsi makanannya sekali makan dengan menu nasi, sayur dan lauk pauk dengan BB : 58 kg dan TB : 165 cm, sedangkan dirumah sakit klien makan 3 x sehari, akan tetapi menu yang disajikan tidak pernah dihabiskan hanya dimakan 3 – 4 sendok makan. BB : 57 kg dan TB : 165cm. Klien tidak ada nafsu makan karena nyeri pada kepalanya.
b. Pola Minum
Klien tidak mengalami perubahan dalam pola minumnya. Di rumah dalam sehari bisa minum 8 – 9 gelas (± 1500-2000 cc)/hari jenis air putih, sedangkan di rumah sakit klien minum 1 botol aqua besar (± 1500 cc)/hari jenisnya air putih.
c. Pola Eliminasi
Di rumah klien BAB 1 kali per hari dengan konsistensi padat dan BAK 4 – 5 kali per hari. Sedangkan di rumah sakit selama 2 hari klien belum ada buang air besar dan BAK baru 2x/2hari, 1x BAK ±250 cc, warna kuning jernis, bau khan ammonia.
d. Pola Istirahat Tidur
Klien mengalami perubahan dalam pola tidur karena nyeri dikepalanya membuat klien sering terbangun pada malam harinya. Dirumah klien bisa tidur dengan nyenyak (7-8 jam) per hari, klien jarang tidur siang, sedangkan di rumah sakit klien tidak bisa tidur dengan nyenyak karena nyeri di kepalanya dan sering terbangun pada malam hari, klien hanya tidur (4 – 5 jam) / hari.


e. Pola Kebersihan
Dirumah klien mandi 2-3 x per hari tanpa bantuan, gosok gigi 2x/hari dan keramas 3x/seminggu, ganti pakaian 2x/hari, sedangkan di rumah sakit klien cuma di lap 2x/hari dengan dibantu oleh keluarga dan ganti pakaian 1x/hari.
f. Pola Aktivitas
Sebelum dirawat di rumah sakit klien dapat beraktivitas secara mandiri, sedangkan selama di rawat rumah sakit aktivitas klien dibantu apabila mandi, buang air besar maupun buang air kecil harus dibantu ke kamar mandi, berpakaian dan berdiri dengan skala aktivitas 2 (butuh bantuan 50%), tonus otot klien pada ektremitas atas kanan dan kiri 4 dan ektremitas bawah kanan dan kiri bernilai 4.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
Klien lemah, terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kiri, klien sering mengeluh nyeri dan sering mengantuk. Klien mual dan tidak nafsu makan.
Kesadaran :
Tingkat kesadaran klien Composmentis, dengan nilai GCS : 14 (E=4; M=5; V=5).
b. Tanda – Tanda Vital
Adapun tanda – tanda vital klien saat dilakukan pengkajian tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu tubuh (aksila) 36,5 º C.
c. Sistem Persarafan
Adapun pemeriksaan saraf kranial pada klien adalah sebagai berikut :
1) Olfaktorius (N. I), klien dapat membedakan bau – bauan (minyak kayu putih dan kopi) dengan baik pada kedua hidung.
2) Optikus (N. II), refleks terhadap cahaya baik saat dilakukan pemeriksaan dan lapang pandang baik.
3) Okulomotorius, Toklearis, dan Abdusen (N. III, IV, dan VI), klien dapat mengangkat bola mata ke atas, bawah, dan klien dapat menggerakan mata kearah lateral.
4) Trigeminus (N. V), klien dapat menutup gigi rapat, klien dapat merasakan sentuhan pada wajah dengan kapas, refleks kornea baik.
5) Fasialis (N. VII), klien dapat membedakan rasa manis dan rasa asin.
6) Akustikus (N. VIII), klien dapat mendengar baik pada saat diajak berbicara.
7) Glosofaringeus, Vagus (N. IX, X), klien dapat menelan dengan baik, bicaranya jelas.
8) Asesorius (N. XI), klien mampu menahan tahanan pemeriksaan pada wajah dan bahu.
Kekuatan otot 4 4
4 4
9) Hipoglosus (N. XII) klien dapat menarik lidah, mengeluarkan lidah, dapat menggerakan lidah kekanan dan kekiri.
d. Kepala, Leher dan Aksila
1) Kepala
a) Inspeksi : Bentuk kepala simetris, terdapat luka robek ± 6 cm pada bagian parietal kanan, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, rambut ubanan, pendek, tipis, distribusi tidak merata.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada area luka.
2) Leher
a) Inspeksi : bentuk leher simetris, gerakan normal, tidak terdapat kaku kuduk.
b) Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis, tidak ada benjolan atau massa.
3) Axilla
a) Palpasi: tidak terdapat benjolan maupun pembengkakan pada kelenjar axilla.


e. Mata
1) Inspeksi : mata kanan dan kiri simetris, klien dapat melihat dengan normal, klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata), sklera normal (putih), pupil miosis (isokor), konjungtiva anemis, mata merah, ada lingkaran hitam disekitar mata, tekanan intra okuler simetris, reflek bola mata baik dan penglihatan baik.
2) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan maupun udema pada mata.
f. Telinga
1) Inspeksi : daun telinga kanan dan kiri simetris, ada sedikit serumen, tidak terdapat otitis media akut atau otitis media porulen, pendengaran baik (dengan tes bisik klien bisa mengulang kata yang dibisikan). Klien tidak ada keluhan dengan pendengaran.
2) Palpasi : daun telinga kanan dan kiri elastis, tidak terdapat nyeri tekan.
g. Hidung
1) Inspeksi : Bentuk simetris, septum nasal berada ditengah, mukosa hidung warna merah muda, terdapat silia, tidak ada polip, secret, sinusitis maupun epistaksis, penciuman baik (bisa membedakan bau-bauan yaitu minyak kayu putih dan kopi).
2) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.

i. Mulut dan Faring
1) Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mulut agak kotor dan berbau, mukosa bibir kering, tidak ada labio skizis, tidak ada stomatitis, gigi ompong, terdapat karies dentis, tidak menggunakan gigi palsu, lidahnya normal dan ada bercak putih, lidah dapat membedakan rasa, tidak terdapat pembesaran tonsil. Klien dapat mengunyah
2) Palpasi : reflek menelan baik.
j. Dada
1) Rongga torak / Paru – paru
a) Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada kelainan jenis dada, seperti pigeon chest, barrel chest, dan funnel chest, tidak terdapat retraksi intercosta pada saat bernapas, tidak menggunakan alat bantu pernapasan, RR 22 kali per menit, reguler.
b) Auskultasi : bunyi napas terdengar vesikuler, tidak terdengar suara tambahan.
c) Perkusi : terdengar bunyi sonor
d) Palpasi : tidak teraba massa ataupun benjolan
2) Jantung
a) Auskultasi : suara jantung normal, S1 dan S2 tunggal, regular, tidak terdapat suara tambahan seperti mur – mur dan gallop.
b) Palpasi : tidak ada pembesaran jantung, nadi 88 x per menit, TD 100/70 mmHg.
3) Payudara
a) Inspeksi : bentuk simetris
b) Palpasi : tidak ada masa dan tidak ada pembesaran
k. Abdomen
1) Inspeksi : bentuk abdomen simetris, tidak terdapat distensi abdomen, tidak ada luka bekas operasi, tidak ada massa
2) Auskultasi : bising usus ± 12x/menit, positif pada kuadran kanan dan kiri bawah
3) Perkusi : bunyi timpani pada semua kuadran
4) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kuadran 1 dan 2
l. Punggung
1) Inspeksi : bentuk punggung normal, tidak ada kelainan seperti lordosis, skoliosis, dan kyposis, tidak ada lesi
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
m. Genetalia dan Rektum
Klien tidak terpasang kateter. Tidak dilakukan pengkajian lebih lanjut.
n. Ekstremitas
1) Atas
Tangan kiri terpasang infus RL 20 tetes / menit, klien dapat mengangkat kedua belah tangan tanpa bantuan, tonus otot tangan kiri 4 dan tonus otot tangan kanan 4. Terdapat luka lecet pada bahu kanan dan tangan kiri. Akral teraba hangat. CRT < 3 detik. Terdapat nyeri tekan pada area luka.
2) Bawah
Kaki kanan dan kiri bisa digerakkan dengan baik tanpa bantuan. Tonus otot kaki kiri dan tonus otot kaki kanan 4. Terdapat lesi pada paha kanan, kaki kiri dan kanan pada daerah tibia, akral teraba hangat. CRT < 3 detik. Terdapat nyeri tekan pada area luka.
Nilai kekuatan otot 4 4
4 4

6. Data Psikologis
a. Status Emosi
Emosi klien stabil dan dapat dikendalikan. Klien mengatakan cemas dengan keadaannya sekarang.
b. Konsep Diri
1) Citra tubuh : klien pada dasarnya menyukai seluruh bagian tubuhnya.
2) Identitas diri : klien seorang laki-laki, suami dan ayah dari 7 orang anak.
3) Peran diri : klien sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah.
4) Ideal diri : klien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah serta dapat bekerja kembali.
5) Harga diri : klien merasa biasa-biasa saja dengan musibah yang di alaminya.
c. Gaya Komunikasi
Klien berbicara menggunakan bahasa melayu, klien sangat kooperatif dan pembicaraan klien mudah dimengerti. Kontak mata dapat dipertahankan. Menjawab setiap pertanyaan yang diberikan.
d. Pola Interaksi
Klien berinteraksi baik, kooperatif dengan perawat, keluarga maupun pasien yang lain yang berada disampingnya.
e. Pola Koping
1) Koping individu : Koping klien efektif, klien bisa menerima keadaannya dan ingin cepat sembuh. Klien mengatakan belum begitu mengerti dengan keadaan penyakitnya sekarang.
2) Koping keluarga : keluarga menganggap sakit yang diderita klien adalah cobaan.

7. Data Sosial
a. Pendidikan dan pekerjaan
Pendidikan terakhir klien SD. Sedangkan pekerjaannya sebagai petani dan buruh bangunan.
b. Hubungan sosial
Klien mengatakan punya hubungan yang baik dengan tetangga, keluarga dan teman sekamarnya di rumah sakit. Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan disekitar tempat tinggalnya karena harus bekerja.
c. Faktor sosiokultural
Klien mengatakan bahwa dia berasal dari suku Bugis. Bahasa yang biasa digunakan adalah bahasa melayu.
d. Gaya hidup
Klien mengatakan kehidupan keluarganya sederhana, klien merokok dan tidak mengkonsumsi minuman keras.

8. Data Spiritual
Klien beragama Islam, selama di rumah klien menunaikan ibadah sesuai dengan kepercayaannya . Sedangkan di rumah sakit klien tidak dapat melaksanakan sholat.

9. Data Penunjang
Berdasarkan data pada status klien diketahui bahwa klien tidak ada dilakukan pemeriksaan darah maupun rontgen
10. Pengobatan
Tanggal 09 Juni 2009
a. Infus RL 500 cc 20 tetes/menit
b. Socef 2 x 1 Ampul / IV
c. Kalnex 2 x 1 Ampul / IV
d. Piracetam 2 x 1 Ampul / IV
e. Contropil 3 x 3 Ampul / IV
Tanggal 10 Juni 2009
a. Infus RL 500 cc 20 tetes/menit
b. Socef 2 x 1 Ampul / IV
c. Kalnex 2 x 1 Ampul / IV
d. Piracetam 2 x 1 Ampul / IV
e. Contropil 3 x 3 Ampul / IV
Tanggal 11 Juni 2009
Infus dilepas

Pontianak, 09 Juni 2009
Mahasiswa,

(RITA RETNOWATI)


11. Daftar Masalah Keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MASALAH TIMBUL TANGGAL MASALAH TERATASI
PARAF
1. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala 9 Juni 2009 - R
I
T
A
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 9 Juni 2009 11 Juni 2009 R
I
T
A
3. Perubahan pola tidur kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri kepala 9 Juni 2009
10 Juni 2009 R
I
T
A
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 9 Juni 2009
11 Juni 2009 R
I
T
A
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit Cedera Kepala 9 Juni 2009
9 Juni 2009 R
I
T
A
6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus dan trauma jaringan 9 Juni 2009
- R
I
T
A

12. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
1.










DS :
- Klien mengatakan bahwa kepalanya terasa nyeri apabila ia duduk maupun berdiri
- Klien mengatakan sakitnya terasa ditusuk–tusuk
- Klien mengatakan nyeri pada kepala bagian kanan
DO :
- Keadaan umum klien lemah
- Tanda – tanda vital : tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu tubuh (aksila) 36,5 º C
- Terdapat luka robek ± 6 cm pada kepala sebelah kanan bagian parietal
- P= nyeri pada saat duduk/berdiri
- Q= nyeri seperti ditusuk jarum
- R= nyeri pada daerah kepala sebelah kanan bagian parietal
- S= skala nyeri klien sedang (4-6)
- T= nyeri yang dirasakan klien hilang timbul Trauma jaringan disekitar kepala dan luka

Peningkatan TIK

Merangsang pengeluaran bradikinin, serotinin, histamin, prostaglandin

Merangsang nosi reseptor

Serabut saraf
Dialirkan dalam bentuk impuls elektrokimia menuju dorsal pada spinal cord traktus spinotalamicus

Thalamus

Cortex serebri

Nyeri dipersepsikan Nyeri kepala

2.
























DS :
- Klien mengatakan menu yang disajikan hanya dimakan 3 – sendok makan
- Klien mengatakan tidak ada nafsu makan
- Klien mengatakan perutnya mual
DO :
- Keadaan umum klien lemah
- Menu yang disajikan dimakan 3 – 4 sendok makan
- Klien mual
- Mukosa bibir kering
- Mulut agak bau dan kotor
- BB sebelum MRS 58 Kg
BB sekarang MRS 57 Kg
BB ideal 165 -100 x 0,9 = 58,5 Kg
- Bising usus = 12 x /menit
- Turgor kulit baik
- Tekstur kulit elastis Trauma

Gangguan pada otak

Merangsang medulla vomiting centre

Menimbulkan mual

Nafsu makan berkurang

Intake nutrisi berkurang
Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh




















3. DS :
- Klien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak karena nyeri pada kepalanya
- Klien mengatakan sering terbangun karena nyeri timbul
- Klien mengatakan tidurnya hanya 4-5 jam tadi malam
DO :
- Keadaan umum klien lemah dan pucat
- Mata sayu dan merah
- Konjungtiva anemis
- Klien mengantuk
- Klien sering menguap bila diajak berkomunikasi
Stimulus thalamus

Merangsang nyeri

Merangsang susunan saraf otonom

Mengaktifkan norepinephrin
Saraf simpatif terangsang untuk memacu RAS

Mengaktifkan kerja organ tubuh

REM menurun

Klien terjaga
Perubahan pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan tubuh

4.





DS :
- Klien mengatakan kepalanya terasa pusing jika duduk atau berdiri terlalu lama
- Klien mengatakan badannya terasa lemah
- Klien mengatakan sejak di rumah sakit kebutuhan sehari – hari di bantu oleh keluarga dan perawat
DO :
- Keadaan umum klien lemah
- Kebutuhan sehari – hari dibantu oleh keluarga dan perawat
- Aktivitas yang dilakukan hanya makan dan minum
- Skala aktivitas 2 (tingkat ketergantungan 50%)
- Tonus otot 4 4
4 4 Trauma

Stimulus thalamus

Nyeri kepala

Bertambah berat jika duduk/berdiri

Aktivitas terganggu











Intoleransi aktivitas






5.







6. DS :
- Klien mengatakan cemas dengan keadaannya sekarang
DO :
- Klien gelisah dan bingung

DS :
- Klien mengatakan infus dipasang sejak tanggal 8 Juni 2009
DO :
- Tangan kiri klien terpasang infus RL 20 tetes/menit
- Terpasang infus sudah 2 hari
- Area yang dipasang infuse tidak ada tanda-tanda infeksi
- Terdapat luka robek ±6 cm pada kepala sebelah kanan bagian parietal, luka lecet pada bahu kanan, tangan kiri, pinggang kanan, paha kiri, kaki kanan dan kiri pada daerah tibia. Kurang pengetahuan tentang penyakit Cedera Kepala



Tindakan invasif pemasangan infus dan trauma











Ansietas







Resiko infeksi


B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya adalah perumusan diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Tn. S adalah sebagai berikut :
1. Nyeri kepala berhubungan dengan trauma ditandai dengan data subjektif : klien mengatakan bahwa ia mengeluh nyeri di kepala sebelah kanan, sakitnya terasa ditusuk – tusuk, nyerinya makin bertambah apabila ia duduk maupun berdiri, nyeri dirasakan hilang datang. Data objektif : keadaan umum klien lemah, tanda – tanda vital : tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu tubuh (aksila) 36,5 º C terdapat luka robek ± 6 cm pada daerah kepala bagian parietal kanan, skala nyeri klien sedang (4-6).
2. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan data subjektif : klien mengatakan tidak nafsu makan, perut terasa mual, menu yang disajikan tidak dihabiskannya cuma 3 - 4 sendok makan saja. Data objektif : keadaan umum klien lemah, menu yang disajikan hanya 3 - 4 sendok makan, bising usus ±12x/menit, berat badan sebelum masuk rumah sakit 58 Kg dan tinggi badan 165 cm, sedangkan berat badan di rumah sakit 57 Kg dan tinggi badan 165 cm, berat badan ideal 58,5 Kg, turgor kulit baik, tekstur kulit elastis, mukosa bibir kering, mulut agak bau dan kotor.
3. Perubahan pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri kepala ditandai dengan data subjektif : klien mengatakan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena nyeri di kepalanya, klien mengatakan hanya dapat tidur 4 – 5 jam tadi malam. Data objektif : keadaan umum klien lemah dan pucat, kongjungtiva anemis, mata sayu dan merah, klien mengantuk ketika diajak komunikasi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan data subjektif : klien mengatakan kepalanya terasa pusing jika duduk atau berdiri terlalu lama, badannya terasa lemah, tidak dapat melakukan aktifitas seperti biasa, kebutuhan sehari harinya selama di rumah sakit dibantu keluarga. Data objektif : keadaan umum klien lemah, kebutuhan sehari hari klien dibantu oleh keluarga. Skala aktifitas klien 2, kekuatan tonus otot ektremitas atas kanan dan kiri 4, dan ektremitas bawah kanan dan kiri 4. Klien terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kiri.
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan tindakan pengobatan ditandai dengan data subjektif : klien mengatakan cemas dengan keadaannya sekarang. Data objektif : klien gelisah dan bingung.
6. Resiko infeksi berhubungan tindakan invasif pemasangan infus dan trauma, ditandai dengan data subjektif : klien mengatakan infus dipasang sejak tanggal 08 Juni 2009. Data Objektif : Tidak ada tanda – tanda infeksi (color, dolor, rubor, tumor, dan fungsiolesa), terdapat luka robek ± 6 cm pada kepala bagian parietal kanan,terdapat luka lecet pada bahu kanan, tangan kiri, pinggang kanan, paha kiri, kaki kanan dan kiri pada bagian tibia.



C. Perencanaan
Pada tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada adalah sebagai berikut :
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan bahwa kepalanya terasa nyeri apabila ia duduk maupun berdiri
- Klien mengatakan sakitnya terasa ditusuk–tusuk
- Klien mengatakan nyeri pada kepala bagian kanan
DO :
- Keadaan umum klien lemah
- Tanda – tanda vital : tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu tubuh (aksila) 36,5 º C
- Terdapat luka robek ± 6 cm pada kepala sebelah kanan bagian parietal
- P= nyeri pada saat duduk/berdiri
- Q= nyeri seperti ditusuk jarum
- R= nyeri pada daerah kepala sebelah kanan bagian parietal
- S= skala nyeri klien sedang (4-6)
- T= nyeri yang dirasakan klien hilang timbul Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri pada kepala klien berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri pada kepalanya berkurang
- Klien tidak meringis Skala nyeri 1-3 (ringan)
- Tanda vital dalam batas normal 1. Observasi skala, lokasi, karakteristik dan faktor pencetus nyeri





2. Observasi tanda – tanda vital
3. Berikan posisi yang nyaman untuk klien
4. Ajarkan klien teknik relaksasi










5. Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) dalam pemberian analgetik
1. Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi
2. Mengetahui keadaan umum klien
3. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4. Memberikan rasa nyaman bagi klien, memfokuskan perhatian klien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan
5. Mengurangi nyeri








2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan menu yang disajikan hanya dimakan 3 – sendok makan
- Klien mengatakan tidak ada nafsu makan
- Klien mengatakan perutnya mual
DO :
- Keadaan umum klien lemah
- Menu yang disajikan dimakan 3 – 4 sendok makan
- Klien mual
- Mukosa bibir kering
- Mulut agak bau dan kotor
- BB sebelum MRS 58 Kg
BB sekarang MRS 57 Kg
BB ideal 165 -100 x 0,9 = 58,5 Kg
- Bising usus = 12 x /menit
- Turgor kulit baik
- Tekstur kulit elastis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan sudah tidak mual lagi dan nafsu makan meningkat
- Klien mengatakan menghabiskan 1 porsi makanannya
- BB klien meningkat 1. Pantau pola makan klien dan timbang BB klien
2. Berikan klien makan sedikit tapi sering
3. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit
1. Untuk menentukan BB normal

2. Memaksimal -kan masukan nutrisi
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
3. Perubahan pola tidur kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri kepala ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak karena nyeri pada kepalanya
- Klien mengatakan sering terbangun karena nyeri timbul
- Klien mengatakan tidurnya hanya 4-5 jam tadi malam
DO :
- Keadaan umum klien lemah dan pucat
- Mata sayu dan merah
- Konjungtiva anemis
- Klien mengantuk
- Klien sering menguap bila diajak berkomunikasi


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan tidur klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan apat tidur nyenyak
- Klien tidur 7-8 jam
- Wajah klien tidak pucat
- Konjungtiva tidak anemis
1. Observasi pola tidur klien
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman



3. Atur posisi klien senyaman mungkin
1. Mengetahui pola tidur klien
2. Memberikan ketenangan dalam tidur dan meningkatkan rasa nyamaan
3. Mengubah posisi area tekanan dan meningkatkan istirahat

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan kepalanya terasa pusing jika duduk atau berdiri terlalu lama
- Klien mengatakan badannya terasa lemah
- Klien mengatakan sejak di rumah sakit kebutuhan sehari – hari di bantu oleh keluarga dan perawat
DO :
- Keadaan umum klien lemah
- Kebutuhan sehari – hari dibantu oleh keluarga dan perawat
- Aktivitas yang dilakukan hanya makan dan minum
- Skala aktivitas 2 (tingkat ketergantungan 50%)
- Tonus otot 4 4
4 4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil :
DO :
- Klien mengatakan kepalanya tidak pusing lagi ketika duduk/berdiri
- Skala aktivitas 0
- Tanda vital normal
- Kekuatan otot

5 5
5 5 1. Observasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2. Bantu aktivitas klien untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari
3. Ubah posisi secara perlahan



4. Batasi aktivitas klien


1. Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien

2. Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari

3. Hipotensi postural / hipoksia serebral menyebabkan pusing
4. Stress dapat menimbulkan dekompensasi


5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit Cedera Kepala ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan cemas dengan keadaannya sekarang
DO :
Klien gelisah dan bingung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, cemas klien berkurang /bahkan hilang engan kriteria hasil :
- Klien mengatakan tidak cemas lagi
- Klien mengatakan sudah mengerti dengan keadaan penyakitnya
- Klien tenang 1. Pantau tingkat kecemasan klien

2. Berikan penkes tentang penyakit cedera kepala


3. Tinjau ulang penjelasan yang diberikan 1. Mengetahui tingkat kecemasan klien
2. Menambah pengetahuan klien dan mengurangi kecemasan klien
3. Mengetahui tingkat pemahaman klien

6. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan tindakan invasif pemasangan infus dan trauma jaringan ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan infus dipasang sejak tanggal 8 Juni 2009
DO :
- Tangan kiri klien terpasang infus RL 20 tetes/menit
- Terpasang infus sudah 2 hari
- Area yang dipasang infus tidak ada tanda-tanda infeksi
- Terdapat luka robek ±6 cm pada kepala sebelah kanan bagian parietal, luka lecet pada bahu kanan, tangan kiri, pinggang kanan, paha kiri, kaki kanan dan kiri pada daerah tibia. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada klien dengan kriteria hasil :
- Tidak terdapat tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa dan pus pada infuse dan luka klien 1. Obsevasi tanda vital


2. Observasi tanda infeksi pada infus dan luka klien

3. Lakukan perawatan infus


4. Lakukan perawatan luka

5. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 1. Mengetahui tanda vital klien

2. Mengetahui adanya infeksi pada infus dan luka klien

3. Mencegah infeksi




4. Mencegah infeksi



5. Membunuh kuman penyebab infeksi


















D. Catatan Keperawatan


Tgl.
No. Dx Kep.
Jam
Tindakan Keperawatan dan Respon Klien


Paraf
9

J
U
N
I

2
0
0
9































































































10
J
U
N
I
2
0
0
9




















































































11

J
U
N
I

2
0
0
9





























































Dx. 2




















Dx. 4
















Dx. 6


























Dx. 1































Dx. 5















Dx. 3




















Dx. 2


















Dx. 4




















Dx. 6






























Dx. 1





























Dx. 3


















Dx. 2


















Dx. 4




















Dx. 6

























Dx. 1


14.00















14.15





















15.30


























16.00






























18.30















20.00




















14.00


















15.00




















15.30






























16.00































19.00
















07.30

















07.30




















08.00

























08.15 D :
• Klien mengatakan mual dan tidak ada nafsu makan
A :
1. Mengobservasi input dan output nutrisi klien
2. Menimbang berat badan klien
3. Menganjurkan klien makan sedikit tapi sering
R :
1. Klien mengatakan hanya makan ± 3-4 sendok makan tadi siang dan belum ada BAB selama 2 hari.
2. BB = 57 kg
3. Klien mengatakan masih mual






D :
• Klien mengatakan badannya terasa lemah dan pusing jika duduk atau berdiri terlalu lama.
A :
1. Mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas
2. Mengubah posisi klien tiap 2 jam
R :
1. Klien mengatakan akivitasnya masih dibantu oleh keluarganya seperti duduk, berdiri, ke kamar mandi dan berpakaian. Skala aktivitas 2
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk dan kadang-kadang miring kanan dan kiri

D :
• Klien mengatakan sudah 2 hari terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kirinya, terdapat luka lecet pada bahu kanannya, tangan kiri, pinggang kanan, paha kiri, kaki kanan dan kiri pada daerah tibia, luka robek pada kepala ± 6 cm
A :
1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada infus dan luka klien
2. Melakukan perawatan infus
3. Melakukan perawatan luka
R :
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah penusukan infuse dan luka klien
2. Klien mengatakan merasa nyaman setelah balutan infusnya diganti
3. Klien mengatakan merasa nyaman setelah balutan lukanya diganti

D :
• Klien mengatakan kepalanya terasa pusing
A :
1. Mengobservasi karakteristik nyeri
2. Mengobservasi TTV
3. Mengatur posisi yang nyaman
4. Menganjurkan latihan napas dalam
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R :
1. Klien mengatakan nyeri makin bertambah pada saat duduk atau berdiri terlalu lama seperti ditusuk pada daerah kepala yang luka dan terasa hilang datang, skala nyeri sedang (4-6)
2. T = 100/70 mmHg
P = 88 x/menit
R = 22 x/menit
S = 36,5ºC
3. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
4. Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah melakukan latihan napas dalam
5. Klien mendapat terapi kalnex 2x1 ampul/iv


D :
• Klien mengatakan cemas dengan keadaannya
A :
1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit klien
2. Meninjau ulang penjelasan yang diberikan
R :
1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi dengan keadaannya
2. Klien dapat mengulangi penjelasan yang diberikan

D :
• Klien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak dan sering terbangun karena nyeri kepala
A :
1. Mengobservasi pola tidur klien
2. Menciptakan lingkungan yang nyaman
3. Mengatur posisi yang nyaman
R :
1. Klien mengatakan hanya tidur 4-5 jam tadi malam
2. Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri pada kepalanya dan situasi ruangan yang ramai
3. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk

D :
• Klien mengatakan mual sudah mulai berkurang
A :
1. Mengobservasi input dan output nutrisi klien
2. Menimbang berat badan klien
3. Menganjurkan klien makan sedikit tapi sering
R :
1. Klien mengatakan hanya makan ± 5-6 sendok makan tadi siang dan sudah ada BAB tadi pagi
2. BB = 57 kg
3. Klien mengatakan makan roti sedikit-sedikit

D :
• Klien mengatakan badannya masih terasa lemah dan pusing jika duduk atau berdiri terlalu lama
A :
1. Mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas
2. Mengubah posisi klien tiap 2 jam
R :
1. Klien mengatakan aktivitasnya masih dibantu oleh keluarganya seperti duduk, berdiri, ke kamar mandi. Skala aktivitas 1
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk dan kadang-kadang miring kanan dan kiri

D :
• Klien mengatakan sudah 3 hari terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kirinya, terdapat luka lecet pada bahu kanannya, tangan kiri, pinggang kanan, paha kiri, kaki kanan dan kiri pada daerah tibia, luka robek pada kepala ± 6 cm

A :
1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada infus dan luka klien
2. Melakukan perawatan infus
3. Melakukan perawatan luka
R :
1. Terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah penusukan infus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka klien
2. Klien mengatakan merasa nyaman setelah balutan infusenya diganti
3. Klien mengatakan merasa nyaman setelah balutan lukanya diganti

D :
• Klien mengatakan kepalanya terasa pusing
A :
1. Mengobservasi karakteristik nyeri
2. Mengobservasi TTV
3. Mengatur posisi yang nyaman
4. Menganjurkan latihan napas dalam
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R :
1. Klien mengatakan nyeri masih terasa pada saat duduk atau berdiri terlalu lama seperti dicubit pada daerah kepala yang luka dan terasa hilang datang, skala nyeri ringan (1-3)
T = 110/70 mmHg
P = 84 x/menit
R = 20 x/menit
S = 36,5ºC
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
3. Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah melakukan latihan napas dalam
4. Klien mendapat terapi kalnex 2x1 ampul/iv



D :
• Klien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak tadi malam

A :
1. Mengobservasi pola tidur klien
2. Menciptakan lingkungan yang nyaman
3. Mengatur posisi yang nyaman
R :
1. Klien mengatakan sudah bisa tidur nyenyak tadi malam, ± 6-7 jam
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk

D :
• Klien mengatakan mual sudah mulai berkurang
A :
1. Mengobservasi input dan output nutrisi klien
2. Menimbang berat badan klien
3. Menganjurkan klien makan sedikit tapi sering
R :
1. Klien mengatakan tadi pagi menghabiskan makanannya
2. BB = 57 kg
3. Klien mengatakan makan roti sedikit-sedikit


D :
• Klien mengatakan kepalanya tidak begitu pusing lagi jika duduk atau berdiri
A :
1. Mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas
2. Mengubah posisi klien tiap 2 jam
R :
1. Klien mengatakan aktivitasnya sudah mampu duduk, berdiri, ke kamar mandi, berpakaian sendiri. Skala aktivitas 0
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk dan kadang-kadang miring kanan dan kiri



D :
• Klien mengatakan tadi malam infusnya tidak mengalir, terdapat luka lecet pada bahu kanannya, tangan kiri, pinggang kanan, paha kiri, kaki kanan dan kiri pada daerah tibia, luka robek pada kepala ± 6 cm
A :
1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada infus dan luka klien
2. Melakukan perawatan infus
3. Melakukan perawatan luka
R :
1. Terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah penusukan infus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka klien
2. Infus klien sudah dilepas
3. Klien mengatakan merasa nyaman setelah balutan lukanya diganti



D :
• Klien mengatakan nyeri pada kepalanya sudah berkurang

A :
1. Mengobservasi karakteristik nyeri
2. Mengobservasi TTV
3. Mengatur posisi yang nyaman
4. Menganjurkan latihan napas dalam

R :
1. Klien mengatakan tidak begitu pusing pada saat duduk atau berdiri terlalu lama, kala nyeri ringan (1-3)
T = 120/80 mmHg
P = 88 x/menit
R = 20 x/menit
S = 36,5ºC
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
3. Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah melakukan latihan napas dalam R
I
T
A
















R
I
T
A












R
I
T
A
















R
I
T
A



















R
I
T
A









R
I
T
A














R
I
T
A












R
I
T
A













R
I
T
A


















R
I
T
A




















R
I
T
A










R
I
T
A












R
I
T
A











R
I
T
A

















R
I
T
A



















E. Catatan Perkembangan
Setelah pelaksanaan implementasi maka dilakukan evaluasi. Adapun evaluasi yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Tgl. N0. Dx. Kep.
Jam
SOAPIE
Paraf
9
J
U
N
I
2
0
0
9



















































































































10
J
U
N
I
2
0
0
9














































































11

J
U
N
I

2
0
0
9 Dx. 1



































Dx. 3




















Dx. 2
















Dx. 4




















Dx. 5











Dx. 6
















Dx. 1























Dx. 3













Dx. 2















Dx. 4

















Dx. 6














Dx. 1





















Dx. 2












Dx. 4
















Dx. 6 19.00



































19.10




















19.15
















19.20




















19.25











19.30
















19.00























19.10













19.15















19.20

















19.30














13.00





















13.10












13.20
















13.25 S :
- Klien mengatakan kepala sebelah kanannya masih terasa pusing jika duduk dan berdiri terlalu lama seperti ditusuk-tusuk dan pusingnya hilang datang
- Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk dan setelah melakukan latihan napas dalam
O :
- Skala nyeri 4-5 (sedang)
- T=100/70 mmHg
- P=88x/menit
- R=22x/menit
- S=36,5ºC
A : Nyeri kepala belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I :
1. Mengobservasi karakteristik nyeri
2. Mengobservasi tanda vital
3. Mengatur posisi yang nyaman
4. Menganjurkan latihan relaksasi
E :
1. Klien mengatakan kepala sebelah kanannya masih nyeri jika duduk dan berdiri, seperti ditusuk-tusuk, dan nyeri hilang datang, skala 4-6 (sedang)
2. T=100/80 mmHg
P= 86x/menit
R=22x/menit
S=36,5ºC
3. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
4. Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah latihan napas dalam


S :
- Klien mengatakan tidak dapat tidur nyenyak karena kepalanya masih terasa sakit dan hanya tidur ± 4 jam tadi malam
O :
- Klien lemah dan pucat
- Konjungtiva anemis
A :
- Perubahan pola tidur kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I :
1. Mengobservasi pola tidur klien
2. Mengatur posisi yang nyaman
E :
1. Klien mengatakan belum bisa tidur dengan nyenyak
2. Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk


S :
- Klien mengatakan masih mual dan hanya menghabiskan ± 3-4 sendok makan tadi sore dan belum ada buang air besar hari ini
O :
- Klien mual
- Klien makan sedikit
A :
- Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I :
1. Mengobservasi input dan output nutrisi klien
2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering
E :
1. Klien mengatakan masih mual
2. Klien makan roti sedikit-sedikit
S :
- Klien mengatakan dibantu oleh keluarganya pada saat ke kamar mandi, berpakaian duduk dan berdiri
O :
- Klien miring kanan dan kiri
- Skala aktivitas 2 (butuh bantuan 50%)
- Kekuatan otot
4 4
4 4
A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I :
1. Mengobservasi kemampuan klien
2. Mengubah posisi klien tiap 2 jam
E :
1. Klien mengatakan masih lemah dan aktivitasnya masih dibantu oleh keluarganya, skala aktivias 2
2. Klien miring kanan dan kiri

S :
- Klien mengatakan sudah tidak cemas dengan keadaannya
- Klien mengatakan sudah mengerti tentang penyakitnya
O :
- Klien tenang
- Klien dapat mengulangi penjelasan yang diberikan
A : Ansietas teratasi
P : Intervensi dihentikan

S :
- Klien mengatakan merasa nyaman setelah balutan infus dan luka diganti
O :
- Klien terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kiri
- Tidak terdapat tanda infeksi pada area penusukan infus dan luka klien
A : Resiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dianjutkan
I :
1. Mengobservasi tanda infeksi pada area penusukan infus dan luka
E :
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada area penusukan infus dan luka

S :
- Klien mengatakan kepala sebelah kanannya masih terasa pusing jika duduk dan berdiri terlalu lama seperti dicubit dan pusingnya masih hilang datang
- Klien mengatakan nyeri pada kepalanya sedikit berkurang setelah melakukan latihan napas dalam
- Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
O :
- Skala nyeri 1-3 (ringan)
- Wajah klien tidak meringis lagi
- T=110/70 mmHg
P=82x/menit
R=22x/menit
S=36,5ºC
A : Nyeri kepala teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi karakteristik nyeri
2. Observasi tanda vital
3. Atur posisi yang nyaman
4. Anjurkan latihan relaksasi

S :
- Klien mengatakan tadi malam dapat tidur nyenyak
- Klien mengatakan dapat tidur ± 6 jam tadi malam
O :
- Klien tidak pucat
- Konjungtiva tidak anemis
A :
- Perubahan pola tidur kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
P : Intervensi dihentikan


S :
- Klien mengatakan mual sudah mulai berkurang
- Klien mengatakan menghabiskan ± 5-6 sendok makan tadi sore dan sudah ada buang air besar tadi pagi
O :
- Klien makan sedikit tapi sering
- Klien makan roti sedikit-sedikit
A :
- Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi input dan output nutrisi klien
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering

S :
- Klien mengatakan badannya sudah tidak lemah lagi
- Klien mengatakan dapat duduk dan berdiri sebentar
- Klien mengatakan dibantu oleh keluarganya pada saat ke kamar mandi
O :
- Klien miring kanan dan kiri
- Skala aktivitas 1 (butuh bantuan 25%)
- Kekuatan otot
4 4
4 4
A : Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi kemampuan klien
2. Ubah posisi klien tiap 2 jam

S :
- Klien mengatakan cairan infusnya tidak menetes
- Klien mengatakan luka-lukanya sudah mulai mengering
O :
- Daerah penusukan infus bengkak dan infus klien langsung dilepas
- Tidak terdapat tanda infeksi pada area luka klien
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi tanda infeksi pada area bekas penusukan infus dan luka

S :
- Klien mengatakan nyeri pada kepalanya sudah mulai berkurang
- Klien mengatakan nyeri pada kepalanya berkurang setelah melakukan latihan napas dalam
- Klien mengatakan merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
O :
- Skala nyeri 1-3 (ringan)
- Wajah klien tidak meringis lagi
- T=120/90 mmHg
P=84x/menit
R=20x/menit
S=36,5ºC
A : Nyeri kepala teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi karakteristik nyeri
2. Observasi tanda vital
3. Atur posisi yang nyaman
4. Anjurkan latihan relaksasi

S :
- Klien mengatakan sudah tidak mual lagi
- Klien mengatakan menghabiskan setengah porsi makanannya tadi pagi
O :
- Klien menghabiskan setengah porsi makanannya
- Klien makan roti sedikit-sedikit
A :
- Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
P : Intervensi dihentikan

S :
- Klien mengatakan badannya sudah tidak lemah lagi
- Klien mengatakan sudah bisa duduk, berdiri dan berjalan seperti biasa
O :
- Klien miring kanan dan kiri
- Klien sudah dapat melakukan semua aktivitas sendiri (makan, minum, ke kamar mandi, dan berpakaian)
- Skala aktivitas 0 (klien sudah mandiri)
- Kekuatan otot
5 5
5 5
A : Intoleransi aktivitas teratasi
P : Intervensi dihentikan

S :
- Klien mengatakan luka-lukanya sudah mulai mengering

O :
- Tidak terdapat tanda infeksi pada area luka klien
- Luka klien sudah mulai mengering
A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi tanda infeksi pada area luka R
I
T
A
































R
I
T
A

















R
I
T
A













R
I
T
A

















R
I
T
A








R
I
T
A













R
I
T
A




















R
I
T
A










R
I
T
A












R
I
T
A














R
I
T
A











R
I
T
A


















R
I
T
A









R
I
T
A













R
I
T
A




















BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membahas beberapa permasalahan yang terjadi pada kasus yaitu “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan di Ruang Bedah Saraf (R.L), Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak”, yang dilakukan selama 3 hari perawatan mulai dari tanggal 9 Juni 2009 sampai dengan 11 Juni 2009, dengan cara membandingkan kasus tersebut dengan teori yang tersusun pada Bab II sebelumnya.

A. Pengkajian
Pada saat pengkajian, penulis memandang klien sebagai makhluk holistik yang terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual. Dalam melakukan pengkajian, penulis menggunakan alloanamnesa dan autoanamnesa, sehingga diperoleh data primer dan sekunder. Selain wawancara penulis juga menggunakan teknik observasi, pemeriksaan fisik dan catatan serta laporan dignostik dalam mengumpulkan data. Pengkajian ini tidak mengalami kesulitan karena klien dan keluarganya sangat kooperatif. Format pengkajian yang digunakan penulis hampir sama dengan format pengkajian yang ada diteori, yaitu pada aktivitas/istirahat (klien lemah, perubahan kesadaran), makanan/cairan (klien tidak nafsu makan), neurosensori (perubahan tingkat kesadaran), nyeri/kenyamanan (klien sakit dikepala terasa nyeri, gelisah tidak bisa tidur, ekspresi wajah meringis), dan keamanan (trauma pada kepala sehingga terdapat luka robek pada bagian parietal sebelah kanan). Pada pemeriksaan penunjang tidak ada pemeriksaan laboratorium dibuku status klien. Selain itu, pemeriksaan CT Scan tidak dilakukan. Di dalam pengkajian, penulis tidak mengalami hambatan karena sudah terbinanya hubungan saling percaya antara penulis dengan klien. Pemeriksaan diagnostik tidak dilakukan semua karena keterbatasan alat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus ada enam yaitu Diagnosa keperawatan pertama : Nyeri kepala berhubungan dengan trauma, perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, perubahan pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri kepala, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus dan trauma jaringan, ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan tindakan. Sedangkan secara teoritis, diagnosa keperawatan menurut Doenges (1999 :293-305), ada sembilan diagnosa keperawatan yaitu perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma) ; edema serebral (respon lokal atau pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat / alkohol, penurunan TD sistemik, hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung); resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif trakeobronkial; perubahan persepsi sensori : auditoris atau visual berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi atau integrasi (trauma atau defisit); perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik psikologis; kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, terapi pembatasan atau kewaspadaan keamanan, misalnya tindakan, immobilisasi; resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif, penurunan kerja silis status cairan tubuh, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS); resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk menguyah, menelan, status hipermetabolik; perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situsional, ketidakpastian tentang hasil harapan; kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi / sumber – sumber, kurang mengingat, keterbatasan kognitif.
Setelah dibandingkan antara teori dengan kasus yang ada, ditemukan beberapa diagnosa yang sama yaitu nyeri kepala, perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, perubahan pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, resiko infeksi, dan kurang pengetahuan. Sedangkan diagnosa yang lain tidak diangkat. Diagnosa nyeri ditegakkan karena pada saat dikaji klien mengeluh nyeri pada kepalanya. Diagnosa perubahan pola tidur kurang dari kebutuhan tubuh ditegakkan karena berdasarkan data subjektif dan objektif bahwa klien tidak bisa tidur karena nyeri di kepala. Intoleransi aktivitas diangkat karena adanya kelemahan pada klien ditunjukkan data subjektif dan objektif yang mendukung. Diagnosa perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diangkat karena pada saat dikaji klien tidak ada nafsu makan dan hanya makan sedikit. Diagnosa keperawatan yang ada diteori tidak diangkat karena sesuai dengan kondisi klien pada saat dikaji tidak ditemukan masalah keperawatan tersebut.

C. Perencanaan
Perencanaan yang digunakan adalah terdiri dari tujuan dan rencana tindakan. Adapun dalam perumusan tujuan penulis menggunakan kriteria spesifik, dapat diukur, dapai dicapai, nyata dan sesuai dengan waktu. Berdasarkan perencanaan menurut teoritis tidak ditemukan adanya kriteria waktu, hal ini disebabkan tidak adanya ukuran waktu yang konstan dalam mengatasi masalah dan kondisi setiap individu berbeda dalam usaha nengatasinya. Dalam kasus nyatanya, penulis menggunakan rencana tindakan yang sifatnya mandiri dan kolaboratif yang disesuaikan dengan kebutuhan klien sesuai dengan yang terdapat dalam teori. Penulis tidak dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan teori karena keterbatasan sarana dan prasarana Rumah Sakit salah satunya pada saat melakukan injeksi tidak terdapat obat yang akan diberikan. Untuk itu penulis merencanakan tindakan keperawatan yang prioritas, tepat, efektif dan sesuai dengan kondisi klien sehingga dapat membantu klien mempercepat kesembuhan.

D. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis selalu menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan. Tidak jarang penulis melibatkan klien agar keluarga klien mengerti dan dapat membantu klien guna mempercepat kesembuhannya. Beberapa tindakan keperawatan yang penulis lakukan diantaranya adalah berupa motivasi baik kepada klien maupun keluarganya. Dalam melaksanakan intervensi kepada klien, penulis tidak mengalami kesulitan yang berarti karena adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan klien, serta keluarga klien. Adapun kesulitan yang penulis rasakan adalah waktu perawatan yang terbatas yang dapat penulis berikan. Penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan jam dinas penulis yaitu pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB (dinas pagi) dan jam 14.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB (dinas malam). Kemudian tindakan yang sudah dilakukan didokumentasikan dicatatan keperawatan.

E. Evaluasi
Pada kasus Tn. S penulis menggunakan evaluasi yang merupakan respon dari setiap tindakan dan evaluasi hasil yaitu asuhan yang diberikan yang menghasilkan perubahan perilaku klien. Adapun evaluasi pada hari pertama pada tanggal 9 Juni 2009 ada satu diagnosa yang teratasi yaitu kecemasan. Sedangkan diagnosa lain belum teratasi. Hari kedua tanggal 10 Juni 2009, ada satu diagnosa teratasi yaitu perubahan pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan pada hari ketiga, tanggal 11 Juni 2009, ada dua diagnosa yang teratasi yaitu perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan intoleransi aktivitas. Untuk diagnosa nyeri kepala dan resiko infeksi teratasi sebagian. Klien mengatakan nyeri pada kepalanya sudah berkurang dan luka-lukanya sudah mulai mengering.
Jadi dapat disimpulkan, dari keenam diagnosa tersebut selama 3 hari dari tanggal 9 Juni sampai dengan 11 Juni 2009, dua diagnosa teratasi sebagian, dan empat diagnosa teratasi.



BAB V
PENUTUP

Setelah Asuhan Keperawatan pada klien Tn. S dibahas pada bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan dan memberikan saran untuk kasus pada klien Tn.S dengan Gangguan Sistem Persarafan : Cedera Kepala Ringan di Ruang Bedah Saraf (Ruang L) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak.

A. Kesimpulan
Cedera kepala suatu bentuk trauma yang mengenai daerah kepala yang mengganggu atau mengubah fungsi otak sehingga terjadi gangguan emosional, penurunan fungsi intelektual dan kecacatatan fisik bahkan kematian. Pada teori terdapat sembilan diagnosa keperawatan sedangkan dalam kasus dilapangan ada enam diagnosa keperawatan yang muncul. Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan pada saat pengkajian. Diagnosa keperawatan pada cedera kepala berdasarkan teori terdiri dari perubahan perfusi jaringan serebral, resiko tinggi terhadap tidak efektif pola nafas, perubahan persepsi sensori : auditoris atau visual, perubahan proses pikir, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, terapi pembatasan atau kewaspadaan keamanan, misalnya tindakan, immobilisasi, resiko tinggi terhadap infeksi, resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situsional, ketidakpastian tentang hasil harapan, dan kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan. Sedangkan diagnosa keperawatan yang ada pada kasus ini antara lain nyeri kepala, perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, perubahan pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, resiko infeksi, kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan tindakan pengobatan.
Setelah dievaluasi, dapat disimpulkan bahwa dari enam diagnosa yang diangkat, ada empat diagnosa yang teratasi, dan dua diagnosa yang teratasi sebagian.

B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada pembaca, mengingat dampak yang ditimbulkan pada pasien dengan cedera kepala adalah :
1. Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien hendaknya perawat membina hubungan saling percaya terlebih dahulu dengan klien maupun keluarganya sehingga dapat diperoleh data – data yang akurat dalam penentuan masalah keperawatan klien.
2. Bagi institusi pendidikan, agar lebih banyak memberikan masukan yang berguna bagi mahasiswa saat melakukan asuhan keperawatan baik secara konsep teori maupun teknik pengkajian fisik terfokus per sistem terutama sistem persarafan dan berorientasi pada masalah atau keluhan klien khususnya klien dengan cedera kepala.
3. Bagi institusi pendidikan, agar mempersiapkan mahasiswa sebelum terjun ke lapangan baik teori maupun skill praktik agar mahasiswa mampu menjalankan tugas belajarnya dengan baik dan menjadi generasi pembaharu dalam dunia keperawatan yang pada akhirnya akan merubah kondisi dunia keperawatan ke arah yang lebih baik.